JAKARTA, PIJARNEWS.COM — Pengamat politik Emrus Sihombing mengatakan, persoalan dihadapi Partai Golkar saat ini bukan masalah ringan. Perilaku yang `dipertontonkan` Setya Novanto selaku ketua umum partai tersebut, dari opini publik jelas sangat kurang menguntungkan bagi Setnov dan Golkar.
“Respon publik di berbagai media arus utama dan media baru cenderung memberikan kritik sangat tidak produktif bagi SN dan untuk Golkar. Untuk menyelamaTKAN Golkar Dari kehancuran, mantan Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla (JK) harus turun gunung. Jk harus bisa mengumpulkan semua kekuatan untuk menggelar Munaslub untuk mencari kepengurusan baru,” papar Emrus dilansir Harian Terbit.
Dia meyakini JK memiliki kemampuan menyelamatkan Golkar. Sebab, JK tokoh senior di Golkar dan dihormati di negeri ini. Selain itu, JK memiliki jaringan ke seluruh DPD dan DPC di seluruh Indonesia, berani, tegas, berfikir dan bertindak reformis, tenang, dapat melakukan komunikasi intens dengan RI-1, saat ini menjadi orang kedua di negeri ini.
“Saran saya, JK harus turun gunung selamatkan Golkar. Now or Never,” pungkasnya.
* Munaslub
Sementara itu, pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto harus mengikuti proses hukum terkait dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi proyek KTP-e.
“Sebaiknya pihak DPP Golkar menyarankan Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum,” kata Ubedilah kepada Antara News, Jumat siang. “Jadikan proses hukum itu sebagai momentum memperbaiki citra Golkar.”
Ubedilah berpendapat kejadian yang menimpa Setya Novanto ikut mencoreng citra Golkar di mata masyarakat menjelang tahun politik 2018 dan 2019. “Elektabilitas partai itu dipengaruhi oleh dua hal yaitu oleh citra dan bekerjanya mesin politik partai,” kata Ubedilah.
“Pada kasus Setya Novanto tidak hanya memperburuk citra Setya Novanto tetapi juga memperburuk citra partai karena melekat padanya sebagai ketua umum Golkar,” kata pengajar mata kuliah Sosiologi Politik di UNJ itu.
Ubedilah berpendapat agar Partai Golkar tidak ragu untuk memilih jalan Munaslub terkait penggantian Setya Novanto dari posisi Ketum Golkar.
“Tampaknya ada dilema psikologis pada pengurus Golkar antara loyalitas, tantangan tahun politik 2018-2019 dan kehendak untuk mengikuti nalar publik,” katanya. “Ini yang membuat Golkar bimbang ambil jalan Munaslub,” tutupnya. (*)