SIDRAP, PIJARNEWS.COM–Memasuki musim panen padi, harga gabah di Kabupaten Sidrap fluktuatif, bahkan cenderung mengalami penurunan. Sejumlah petani khawatir harga gabah semakin anjlok.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPRD Sidrap H.Bahrul Appas, turun langsung menemui para petani, di Kecamatan Pancarijang dan Baranti, Kamis (2/3/2023).
Kepada para petani, Anggota Dewan dari dapil Panca Rijang, Kulo dan Baranti tersebut menanyakan langsung hasil panen padi warga. Dari pantauannya hasil panen kali ini ada yang normal namun tidak sedikit yang hasilnya justru turun.
Seperti Agus, petani di Kecamatan Pancarijang misalnya, yang mengaku hasil panen padinya masih jauh dari normal, karena menurut Agus jika normal, hasil panennya bisa 70 karung, namun panen kali ini hanya 50 karung, penurunan produksi padinya itu karena ada serangan hama tikus.
“Kalau begini rugi terus pak, mana harga pupuk mahal, tapi juga langka, belum lagi biaya lain-lainnya, apalagi kalau harga tambah turun, semakin kasihan ini petani,” ucap petani yang sekaligus pemilik sawah.
Kondisi yang lebih sulit lagi di alami petani penggarap, salah satunya Edi, menurutnya jika petani pemilik sawah mengeluh, apalagi dirinya yang hanya sebagai petani penggarap, jauh lebih sulit. Karena setelah panen harus dibagi dua dengan pemilik sawah.
“Jadi sangat tipis sekali penghasilannya, apalagi hanya pupuk yang dibagi atau ditanggung berdua antara kami petani penggarap dan pemilik sawah, yang lain ditanggung kami petani penggarap,” katanya.
“Kami ini terpaksa jadi petani pak, seandainya ada pekerjaan lain mungkin kami tidak mau bertani,” ucap Edi.
Melihat kondisi tersebut, Wakil ketua komisi II DPR Sidrap H.Bahrul Appas meminta pihak terkait agar betul-betul melihat petani yang terus mengalami kesulitan, jika musim tanam harga pupuk dan biaya produksi tinggi, sementara saat musim panen harga gabah turun.
” Kalau begini terus kasihan petani kita, lama-lama tidak ada yang mau jadi petani,” katanya.
Berdasarkan kalkulasinya, harga normal gabah seharusnya Rp.5.500, itupun dari hasil perhitungannya, hasil petani masih jauh dari standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang nilainya Rp 3 juta lebih.
“Kami hitung mulai dari ongkos produksi saja itu diluar kebutuhan tiap hari, mungkin transportasi kesawah dll, petani hanya mendapatkan Rp.1,5 hingga 2 juta saja perbulan selama 6 bulan,” ungkapnya.
Lebih jauh dijelaskannya, untuk Harga Pokok Penjualan (HPP) dari Badan Urusan Logistik (Bulog) atau pemerintah sebesar Rp.4650 tersebut merupakan harga dasar pembelian gabah.
“Jadi pengusaha tidak boleh membeli gabah di bawah HPP, tapi harus diatasnya bahkan bisa Rp 6000, kalau membeli harga berdasarkan HPP, maka pemerintah atau Bulog harus turun tangan untuk menyerap gabah petani atau membeli gabah petani dengan harga sesuai HPP,” ujarnya.
Legislator partai NasDem tersebut berharap agar pemerintah rajin turun kelapangan untuk memantau harga, maupun melakukan antisipasi jika ada pedagang yang nakal saat membeli gabah petani.