OPINI: Wabah yang belum usai tidak lantas membuat pemberitaan gaul bebas remaja sepi. Senin 13 Juli yang lalu polisi mengamankan 4 pasangan mesum di sebuah rumah kontrakan di kawasan Pallateang, Pinrang . Mereka adalah pelajar SMP dan SMA, Kabupaten Pinrang.
Penangkapan ini dilakukan lantaran ada laporan dari masyarakat terkait aktivitas pesta seks yang dilakukan para pelajar. Bahkan, setelah diperiksa, para pelaku mengakui telah melakukan hubungan suami istri selama 3 hari (m.tribunnews.com/14/07/2020).
Lebih miris lagi, kejadian serupa juga terjadi di Jambi. 37 remaja usia SMP ditemukan pesta seks di salah satu hotel. Akhirnya terciduk oleh satuan TNI dan Polri Kecamatan Pasar Kota Jambi pada tanggal 8 Juli 2020 (indizone/15/07/2020).
Ada Apa Dengan Remaja?
Secara umum remaja adalah masa peralihan anak menuju dewasa. Biasanya rentang usia antara 12 hingga 21 tahun bagi wanita dan 13 hingga 22 tahun bagi pria. Pada masa ini mereka akan mengalami perkembangan dari semua aspek. Baik fisik maupun karakteristik seksual (m.diadona.id/30/05/2020).
Masa remaja sering juga disebut sebagai masa pencarian jati diri. Perkembangan berfikirnya pun cepat. Daya kritisnya semakin besar. Jika tidak dalam pendampingan yang baik, bisa menjerumuskan mereka dalam kebebasan yang kebablasan. Baik berfikir, berpendapat bahkan bertingkah laku.
Munculnya kasus pesta seks remaja di tengah wabah harusnya membuat mata terbuka. Persoalan ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Kasus yang terus muncul bisa menjadi bencana besar.
Nampaknya kehidupan masa datang akan suram jika bibit-bibit generasi dalam benaknya hanya kesenangan semu. Ditambah lagi ada ancaman pada hal lain seperti narkoba, aborsi, dsb.
Akar masalah dari persoalan remaja sesungguhnya adalah pemikiran sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) di tengah masyarakat. Agama hanya digunakan untuk perkara shalat, puasa, pernikahan, dll. Sementra dalam interaksi di tengah masyarakat aturan agama tidak berlaku. Maka lahirlah paham liberal (kebebasan) khususnya dalam pergaulan.
Hal inipun yang dianut oleh sebagian besar remaja hari ini. Kebebasan berbuat sekehendak hati tanpa takut adanya dosa serta sanki sosial. Muncullah aktifitas dugem, narkoba, free seks, hamil di luar nikah, aborsi. Kebiasaan ini tidak jarang pula berujung pada tindak kriminalitas tawuran, pembunuhan dsb.
Solusi Sitemik
Perlu evaluasi sistemik dalam penanganan seks bebas remaja. Evaluasi tersebut ditinjau dari tiga aspek.
Pertama, katakwaan individu remaja yang harus semakin dikuatkan. Poin ini dibutuhkan peran aktif oleh keluarga khususnya kedua orangtua. Keluarga adalah institusi pertama dan utama pendidikan. Di tengah keluarga pula seharuanya seorang remaja menyerap nilai nilai keimanan, kebenaran,akhlak dan berbagai nilai-nilai kebaikan lainnya.
Penanaman keimanan yang kuat akan membuat remaja mengetahui hakikat dirinya sebagai seorang hamba. Dalam dirinya akan muncul benteng untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan di tengah keluarga, anak-anak akan memiliki tempat mencurahkan perasaan ketika menemukan sesuatu yang baru ataupun sesuatu yang dianggap tidak lazim ketika terjadi interaksi sosial dengan orang lain.
Kedua, kontrol dari masyarakat. Sebagai makhluk sosial, masyarakat adalah lingkungan interaksi terluas bagi remaja. Masyarakat seharusnya menjadi kontrol dari setiap prilaku individu. Di dalamnya ada seperangkat aturan, pemikiran, dan perasaan. Tentu interaksi yang ingin dibangun dalam sebuah masyarakat adalah interaksi yang mengarah pada perbaikan. Bukan justru sebaliknya.
Dari An Nu’man bin Baysir yang dia berkata, Nabi SAW bersabda,”Kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah perahu. Nantinya, ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah perahu tersebut.
Yang berada di bagian bawah ketika ingin mengambil air, tentu dia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andai kata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.”Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.”(HR. Imam Bukhari no. 2493).
Dengan kontrol kuat dari masyarakat, pergaulan bebas, peredaran narkoba, kenakalan remaja, akan mudah diawasi. Sehingga sanksi sosial setidaknya menjadi benteng kedua setelah ketakwaan individu.
Ketiga, negara sebagai penjaga masyarakat sekaligus pelaksana hukum. Fungsi negara sesungguhnya bukan saja sebagai fasilitator. Negaralah sebagai benteng terluar agar remaja dan masyarakat pada umumnya tidak tersentuh oleh faham liberal.
Negara harus tegas terhadap aktivitas yang mengarah pada pornografi pornoaksi, pergaulan bebas, peredaran narkoba. Termasuk tidak memberi izin terhadap tayangan-tayangan merusak moral remaja. Di tengah gelombang digitalisasi seperti hari ini, negara harus mengontrol jangan sampai ada situs-situs dan konten porno yang dikonsumsi oleh masyarakat.
Penguasa dan aparatur negara memiliki amanah yang besar dan kelak amanah tersebut yang diantaranya adalah nasib generasi akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.
Inilah tiga pendekatan yang harus berjalan sempurna. Manakala satu diantaranya tidak berjalan maka nasib generasi masa datang jadi taruhannya.
Wallahu a’lam bish shawab