OPINI, PIJARNEWS.COM — Salah satu kalimat Walikota Danny Pomanto (DP) yang kemudian menjadi viral di media sosial di saat banjir melanda Makassar adalah ketika mengatakan: Banjir di Makassar merupakan kiriman dari Maros dan Gowa.
Spontan sejumlah Netizen bereaksi yang intinya mengkritik pernyataan Walikota DP yang seolah mau lari dari tanggung jawab selaku Pemerintah Kota Makassar. Namun ada juga yang membela bahwa faktanya memang demikian, bahwa ada kiriman air yang melimpah dari Maros dan Gowa.
Tapi tidak lebih sedikit yang merespons sinis dengan mengatakan:” jangan lantas sekarang Walikota DP menyalahkan Maros dan Gowa sementara jika musim kemarau Makassar justru menikmati air dari Maros dan Gowa dengan senantiasa berharap kiranya aliran air itu tidak berhenti mengalir masuk ke Makassar.
Ada beragam tanggapan atas pernyataan (apologis) Walikota terkait diksi banjir kiriman. Salah satunya yang mencuat di salah satu group Whatsapp milik saya, mengatakan bahwa seharusnya Walikota DP menyatakan permintaan maaf secara elegan atas terjadinya banjir yang sudah di luar batas kekuasaannya untuk mengantisipasinya, lalu mengatakan bahwa banjir ini merupakan kiriman dari langit yang tak satupun dari kita punya kuasa untuk melawannya.
Bukannya berapologi bahwa ini merupakan kiriman dari Maros dan Gowa sebab itu lebih terkesan memindahkan kesalahan pada pihak lain. Adalah Kurang elok kalau seorang pemimpin enggan menanggung risiko dengan mengakui sebuah kelemahan, tetapi justru mencari kambing hitam pada pihak lain.
Diksi alternatif yang mempermaklumkan bahwa banjir itu karena kiriman -hujan dari langit turun deras tak henti-henti-, takkan berefek menyalahkan siapapun di bumi, tetapi tentu juga takkan bermaksud menyalahkan Tuhan sebagai pemilik Alam semesta dan berkehendak sesuai kodrat-Nya.
Paling tidak, orang akan merenung bahwa setidaknya banjir itu bisa berupa rahmat atau justru berupa laknat atau bala’ dari Tuhan yang Mahakuasa.
Bisa saja banjir itu merupakan rahmat bagi makhluk selain manusia atau tetumbuhan yang selama ini meranggas kekeringan. Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan banjir yang dahsyat menyengsarakan sebagian warga kota Makassar itu, adalah sebuah bala’ peringatan dari Allah SWT karena dosa maksiat warga Makassar dan atau pemimpinnya. Sehingga banjir itu, merupakan teguran kecil dari pemilik semesta atas praktik kezaliman (ketidakadilan) diatas bumi-Nya. Wallahu A’lam.
Dari sisi lain, jika banjir air pada akhirnya surut dengan sendirinya, maka banjir Hoax yang menyertai banjir air itu, justru akan masih bertahan dan berkembang, dan Menjadi PR berikut Walikota DP untuk membereskannya. Ada hoax dalam bentuk meme Walikota DP berjalan di tengah banjir sepinggang dengan memakai mantel oranye, sambil membawa Piala Adipura. Walikota DP tentu masih waras untuk tidak membawa Pamer Piala Adipura sambil berjalan ditengah banjir. Itu pasti Hoax, dan benar, meme itu memang hoax.
Namun, tentu ada pesan di balik hoax itu terlepas bahwa cara seperti itu kurang etis, yaitu seolah mengkritik Walikota DP bahwa inilah buah banjir bagi Makassar setelah mendapat Piala Adipura. Sebuah kritik yang paradoxal.
Namun, satu hal yang pasti, bahwa Walikota DP tetap hadir dan peduli memberi bantuan di tengah masyarakat yang dilanda banjir. Ini yang tidak kalah penting, dan untuk itu tidak salah jika kita mengapresiasinya. Wallahu A’lam Bishawwabe. (*)
Penulis: Aswar Hasan (Pengamat Komunikasi Politik Unhas)