Oleh: Sirajuddin
(Pustakawan IAIN Parepare)
Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan pada tanggal 1 Oktober 1965, periode setelah gagalnya antusiasme faham komunis PKI yang ingin mengganti ideologi pancasila.
Jika kita merunut sejarah, maka kita akan temukan bahwa ini adalah usaha kaum komunis PKI dengan tujuan ingin mengubah ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis, Dan membenarkan peristiwa pembantaian di Indonesia terjadi pada periode 1965–1966.
Dengan sigap, saat itulah Soeharto menetapkan Hari Kesaktian Pancasila dengan mengkampanyekan pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang 1945 di Indonesia secara murni dan konsekuen.
*Kerusuhan dan Dampaknya
Mereview beberapa kejadian dan gejolak saat ini dirasakan bahwa kesaktian Pancasila kembali teruji oleh beberapa kejadian yang memilukan mendera hati nurani, ketika anak bangsa gagal memaknai kebhinnekaan sebagai salah satu filosofi berpancasila.
Kerusuhan terjadi di Wamena, Senin, 23 September 2019 pukul 09.00 WIT. Sejumlah infrastruktur seperti rumah dinas, ruko, dan kantor bupati hancur dan perekonomian lumpuh, karena keberingasan massa dengan melakukan pembakaran di beberapa tempat.
Semua diawali oleh pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada Jumat, 16 Agustus 2019 di Jawa Timur yang dipicu pernyataan rasialisme terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya itu dan merembet ke Papua.
Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menduga demo yang berakhir rusuh di Wamena dipicu oleh hoax bernada rasis yang menyebar lewat media sosial.
Bersaman dengan itu, oleh gerakan ribuan mahasiswa juga jadi ujian berat terhadap Pancasila, kebhinnekaan dan semangat NKRI yang terus diperjuangkan oleh elemen mahasiswa dan masyarakat.
Demo mahasiswa di Jakarta dengan melibatkan ribuan massa demonstran pada Selasa, 24 September 2019. Demo serupa meluas di Semarang, Palembang, Makassar, Solo, Medan dan sejumlah kota lainnya. Di ibu kota, ribuan mahasiswa mengepung Gedung DPR. Di beberapa kota gerakan demonstran sampai meringset ke dalam gedung.
Dalam gerakan ini, selain menolak beberapa rancangan beleid, dua isu yang menjadi sorotan utama demo mahasiswa di semua kota ialah RUU KUHP yang berisi beberapa pasal yang kontroversial dan revisi UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR dinilai melemahkan KPK. Melihat gejolak yang terjadi, Presiden Jokowi meminta DPR RI untuk menunda pengesahan RUU KUHP, RUU PAS, RUU Minerba dan RUU Pertanahan.
Dari tuntutan-tuntutan, berdampak pada banyaknya korban yang berjatuhan karena upaya dari tuntutan demonstran ini di berbagai daerah diakibatkan oleh tindakan represif oleh mereka yang punya otoritas. Korban berjatuhan bahkan sampai meninggal dunia dari pihak demonstran yang terdiri dari elemen mahasiswa ini.
*Semangat yang Seharusnya Ditumbuhkan
Mengambil makna dari Hari kesaktian Pancasila pada hari ini adalah sebuah keniscayaan dimana di berbagai instansi pemerintahan dan sekolah-sekolah menggelar upacara merayakan Hari kesaktian Pancasila yang jatuh pada setiap 1 Oktober 2019.
Memang ironis jika di Hari Kesaktian pancasila yg diperingati ini masih harus mempertontonkan beberapa kekacauan dan tindakan represif oleh otoritas, oligarki dan elit politik kekuasaan.
Seharusnya perayaan Kesaktian Pancasila yang diperingati ini memberikan kecenderungan untuk banyak bermuhasabah, menanamkan rasa peduli sesama, beraktivitas positif untuk kemaslahatan orang banyak dalam bingkai ideologi Pancasila yang telah membumi sejak terbentuknya NKRI ini.
Mengisi waktu dengan banyak belajar yang memungkinkan meredam sikap apatis, represif dan meningkatkan sikap mawas diri dan selektif terhadap beredarnya informasi yang sering kali bermuatan hoax dan konten provokatif.
Hari ini secara perlahan mahasiswa kembali ke ruang kampus tempat belajar dan mengejar cita-cita mungkin kelelahan karena didaulat untuk mengusung aspirsi rakyat Indonesia, rakyat yang sudah memilih dan mendudukkan para wakil rakyat yang beberapa hari lalu seolah-olah menjadi aral karena ambisi kekuasaan. (*)