Oleh: Nurmal Idrus (Direktur Nurani Strategic)*
Hasil temuan ilmiah yang dipaparkan dalam bentuk survey elektabilitas lembaga survey nasional Polltracking terhadap keterpilihan bakal pasangan calon di Pilkada Sulsel 2018, disebut oleh banyak pihak sangat mengejutkan. Bagaimana tidak, terjadi pergeseran elektabilitas yang terbilang cepat jika mengukur survey awal lembaga ini di Bulan Mei 2017. Penelitian yang dilakukan pada 10 – 17 Agustus 2017 oleh lembaga yang dipimpin pengamat politik handal Hanta Yudha ini, memperlihatkan pergeseran signifikan terutama pada bakal paslon Nurdin Halid-Azis Qahhar Mudzakkar.
Pada survey Mei, pasangan ini masih berkutat di posisi 3, di bawah Nurdin Abdullah dan Ichsan Yasin Limpo. Kini, keduanya menyodok ke posisi teratas. Meski persentasenya tipis namun itu menggambarkan adanya strategi baru yang dikembangkan masing-masing calon untuk menarik simpati pemilih. Dalam simulasi elektabilitas 4 kandidat pasangan yang diumumkan, Minggu (24/8), NH-Aziz dipilih oleh 19,79% responden. Disusul oleh pasangan IYL-Cakka (17,39%), NA-Tanribali (16,37%), dan Agus-Aliyah (8,95%).
Perubahan posisi itu bisa jadi karena kali ini survey telah lebih berani menampilkan calon secara pasangan. Sebelumnya, masih menyodorkan figur tanpa berpasangan. Terlihat bahwa ada figur yang kemudian tergerus keterpilihannya oleh karena keberadaan pasangannya seperti pada IYL yang menggaet Andi Mudzakkar dan Agus Arifin Nu’mang yang bersama Aliyah Mustika serta Nurdin Abdullah yang tergerus turun ketika tetap bersama Tanri Bali.
Namun, saya melihat hasil yang diperlihatkan NH Azis, bukanlah hal yang mengejutkan. Setidaknya jika menghubungkannya dengan sebuah teori politik yaitu infrastruktur dan suprastruktur politik. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa penentu kemenangan dalam kontestasi seperti pilkada bukanlah semata faktor figuritas. Tetapi lebih banyak ditentukan oleh penguasaan atas infrastruktur politik oleh seorang kandidat. Infrastruktur politik itu terdiri dari Partai politik (political party ), kelompok kepentingan (interst group), kelompok penekan (pressure group), media komunikasi politik (political communication media) dan tokoh politik (political figure).
NH Azis menurut saya dalam beberapa bulan terakhir sukses memainkan peran dan strategi memaksimalkan infrastruktur politiknya untuk meredam kelemahan figuritasnya.
Pertama, peran Partai Golkar secara organisasi memang terlihat belum maksimal. Namun, di Sulsel partai ini punya pemilih tradisional yang akan setia pada siapapun yang dicalonkan Golkar. Mereka pemilih yang dikenal sebagai strong voters yang tak peduli figur siapa yang diusung Golkar. Kedua, pada sisi NH Azis ada banyak kelompok kepentingan yang bermain. Itu karena ketokohan NH dan Azis serta besarnya kewenangan karena mengendalikan kebijakan partai terbesar kedua di negeri ini membuat ia seperti gula yang dikelilingi ribuan semut. Secara tak langsung mereka berkontribusi pada keterpilihan NH Azis meski punya kepentingan sesaat pada keduanya.
Ketiga, di lingkaran NH Azis terdapat banyak kelompok penekan seperti beberapa LSM, kelompok aktivis, kelompok kepemudaan dan relawan yang bergabung menaikkan keterpilihan pasangan ini. Misalnya, sudah bukan rahasia lagi jika sebagian besar pentolan HMI yang tergabung dalam KAHMI mendukung pasangan ini. Demikian pula dengan banyaknya kelompok pemuda yang mendukung.
Keempat, media komunikasi politik mereka berjalan dengan dinamis. Tim pasangan ini secara rutin membuat banyak variasi tagline dan juga kedisiplinan tim media terus memberitakan segala kegiatan NH Azis. Pekerjaan mereka sangat terlihat dengan massifnya sosialisasi NH Azis di media sosial. Bahkan, pasangan ini terhitung menjadi pasangan pertama yang bekerjasama secara khusus dengan banyak media di Sulsel untuk memassifkan sosialisasi.
Kelima, pasangan ini sukses mengendalikan banyak tokoh politik di Sulsel. Dengan kekuatan 18 anggota DPRD Provinsi, lebih dari 150 anggota DPRD Kabupaten/kota, plus 10 Bupati/kepala daerah dan beberapa wakil bupati dan ketua DPRD, NH Azis bisa leluasa melancarkan segala rancangan kampanyenya. Ia bahkan bisa dengan mudah mengontrol birokrasi dibeberapa daerah yang sama sekali tak bisa dilakukan oleh calon lain.
Survey memang hanya bisa menjadi patokan dalam melangkah. Sebab, pada akhirnya 7 juta pemilih di Sulsel lah yang akan menentukan pemimpinnya kelak. Namun, jika infrastruktur politik itu terus dimaksimalkan oleh NH Azis, adalah sebuah keniscayaan hasil survey Polltracking itu menjadi kenyataan. (*)