Oleh: Ruruh Hapsari
(Komunitas Penulis Revowriter)
Awal bulan ini ramai isu rekonsiliasi didengungkan setelah putusan MK memenangkan pihak 01. Berharap Indonesia tidak lagi terpecah menjadi pengikut kecebong maupun kampret. Banyak yang pro terhadap isu ini namun banyak pula yang kontra. Salah satunya aksi emak-emak yang memberikan aspirasi mereka beberapa waktu lalu. Mereka mendorong agar pihak Prabowo tidak ikut opini rekonsiliasi tersebut.
Namun secara mengejutkan terjadi pertemuan antara Prabowo dan Jokowi di stasiun MRT Lebak bulus Jakarta. Banyak arti dari pertemuan ini. Ada yang mengartikan selesai sudah perseteruan dua kubu, namun pihak pendukung militan Prabowo justeru memasang tagar kecewa di media sosial twitter. Bagi mereka selama ini harapan diberikan penuh terhadap Prabowo. Pasalnya mereka merasa dikecewakan terhadap kepemimpinan Jokowi selama ini.
*Tragedi Pasca Pemilu
Banyak peristiwa terjadi di lima tahun belakangan yang menyasar kaum Muslimin. Perasaan itu membuncah pada saat pesta lima tahunan kembali datang. Munculnya Prabowo seakan menjadi tumpuan perubahan. Setelah selama lima tahun belakangan banyak tuduhan miring selalu diarahkan pada umat Islam. Mulai pendiskreditan makna khilafah, ulama yang diburu oleh “orang gila”, pasal karet dalam UU terorisme dan yang lainnya. Hal ini membuat umat Islam gerah, sehingga ucapan “yang penting jangan Jokowi” menjadi umum di kalangan masyarakat.
Banyaknya ulama yang mendukung Prabowo membuat masyarakat semakin yakin dengan pilihan mereka. Ibarat tak ada batang akar pun jadi, semakin membesarlah pengikut Prabowo di seantero negeri. Walau kalah, para pendukung menginginkan terus di belakang Prabowo hingga perjuangan usai. Sehingga sewaktu terjadi pertemuan di MRT kekecewaan pengikutnya sangat terlihat. Mereka merasa dikhianati.
Semua peristiwa itu lahir karena umat ingin pemimpin yang pro Islam lewat jalan demokrasi. Demokrasi yang diharapkan menjadi ajang untuk merepresentasikan suara rakyat ternyata jauh dari harapan. Karena demokrasi memberi jalan sempit bagi Islam. Banyak fakta di berbagai belahan dunia, ketika Islam akan dan sampai pada panggung kekuasaan pasti ditumbangkan. Seperti yang terjadi di Aljazair, Palestina, Turki juga Mesir menunjukkan hal serupa.
Demokrasi memang sebuah jalan yang sangat sempit kalau tidak dikatakan buntu bagi perjuangan Islam. Demokrasi yang dilahirkan di Barat dan sengaja ditanamkan di negeri Islam tidak mungkin akan membiarkan semangat Islam bertumbuh. Karena ada perbedaan yang sangat prinsip antara demokrasi dan Islam.
*Ilusi Demokrasi
Tak cukupkah fakta bahwa jalan kebangkitan umat yang ditempuh lewat demokrasi selalu gagal. Seperti yang dialami oleh Muhammad Mursi, mantan presiden Mesir. Ia telah menunjukkan keberanian dan ketabahannya dalam melawan diktator Al Sisi hingga akhir hayatnya. Tokoh Ikhwanul Muslimin ini meninggal dunia setelah sempat pingsan di persidangan Juni lalu. Sangat jelas Mursi mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dalam penahanannya selama enam tahun. Rezim Al Sisi juga bertanggung jawab atas sedikitnya 800 orang meninggal yang mendukung Mursi dalam aksi damai di lapangan Raba al Adwiya.
Kebrutalan rezim Al Sisi tidak lepas dari dukungan Barat. Atas nama perang melawan radikalisme dan terorisme, Al Sisi mendapat legitimasi untuk melakukan tindakan keji pada rakyatnya sendiri.
Sejarah dukungan Amerika di Mesir bukanlah hal pertama. Sejak rezim diktator Anwar Sadat dan Husni Mubarak, Amerika memberikan dukungannya berupa bantuan militer. Saat ini Amerika mendukung rezim Al Sisi yang brutal. Inilah sejatinya Amerika. Negara yang melakukan tindakan teroris untuk kepentingan penjajahan. Perang melawan radikalisme dan terorisme sejatinya hanya membenarkan tindakan Amerika.
*Agenda Sendiri
Apa yang dialami Mursi dan kelompok Islam di Mesir kembali memperkuat anggapan bahwa demokrasi hanyalah ilusi. Demokrasi hanya berlaku ketika kepentingan Amerika dan sekutunya aman. Hal ini melengkapi kegagalan demokrasi yang ditempuh FIS di Aljazair. Meskipun FIS menang secara demokratis namun diberangus dengan alasan ingin menerapkan syariat Islam. Juga Hamas di Palestina yang mendapatkan dukungan dalam pemilu demokratis yang mengalahkan kubu Fatah. Karena tidak sejalan dengan kepentingan Amerika, Hamas ditekan hingga kini. Demokrasi menjadi jalan sempit juga pahit bagi umat Islam.
Karena itu agar kasus serupa tidak terulang lagi, maka umat harus punya agenda sendiri. Umat Islam tidak boleh terpaku pada sistem yang ada dan perlu menengok pada jalan lain. Jalan ini adalah jalan umat (thoriqil ummah) dan pernah ditempuh oleh Rasulullah SAW ketika membangun tatanan baru di Madinah. Untuk itu penting bagi umat Islam untuk mengikuti perjuangan yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Walau sebagian orang mengatakan perjalanan ini menempuh waktu yang lama, namun bila benar kenapa tidak dilalui oleh kita.
Penting bagi umat Islam untuk berjuang dengan menempuh manhaj Rasulullah SAW. Sejak awal dengan tegas beliau menyatakan tujuan perjuangannya, yaitu untuk menegakkan Islam. Rasul tidak pernah berkompromi dengan sistem kufur yang ada meskipun sedikit. Sebab akan mencampurkan antara hak dan batil. Inilah jalan yang harus kita ikuti, yang akan menghantarkan pada kemenangan sejati. Allahu Akbar. (*)