Oleh: Nur Rahma (Mahasiswi Pascasarjana Prodi Gizi FKM Unhas)
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dengan rentang usia 10-19 tahun. Remaja merupakan periode pertumbuhan anak-anak menuju proses kematangan manusia dewasa ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat (growth spurt) dan perkembangan. Pada middle adolescent (remaja tengah, usia 15-17 tahun) terjadi peningkatan kecepatan tumbuh yang disebut dengan growth spurt dimana growth spurt ini mengawali periode percepatan pertumbuhan. Menurut Khomsan (2004) pada periode ini terjadi perubahan fisik, biologis, dan psikologis yang sangat unik dan berkelanjutan.Almatsier (2009) menyatakan asupan gizi yang cukup dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Masalah gizi akan timbul ketika susunan makanan yang salah dalam kuantitas atau kualitas dan ketidakseimbangan antara konsumsi makanan dengan kebutuhan kalori yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Indonesia mengalami beban gizi ganda (double burden), yaitu keadaan di mana masalah gizi kurang belum sepenuhnya terselesaikan tetapi masalah gizi lebih sudah menunjukkan peningkatan. Masalah gizi pada remaja, baik gizi kurang maupun gizi lebih nantinya akan berdampak tidak baik pada tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi kurang pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat Kesehatan masyarakat, misalnya penurunan kesegaran jasmani, penurunan produktivitas sampai berpengaruh pada reproduksi remaja itu sendiri, khusunya remaja perempuan.Kekurangan energi kronis (KEK) banyak dijumpai pada wanita usia subur (WUS) dengan risiko KEK cukup tinggi pada usia 15-19 tahun. Kondisi KEK ini memprihatinkan karena WUS KEK memiliki risiko untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Masalah gizi, yaitu gizi kurang maupun gizi lebih, akan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, khususnya risiko terjadinya penyakit tidak menular. Bila masalah ini berlanjut hingga dewasa dan menikah akan berisiko mempengaruhi kesehatan janin yang dikandungnya. Sebagai contoh ibu anemia dan atau kurang energi kronik berisiko melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), stunting, komplikasi saat melahirkan, menderita penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung di kemudian hari. Masalah gizi pada ibu hamil juga akan sangat mempengaruhi perkembangan otak anak, produktivitas dan kinerja di sekolah yang dapat berakibat mengurangi kemampuan untuk mendapatkan penghidupan yang layak di kemudian hari.
”Gizi baik menjadi landasan setiap individu mencapai potensi maksimal yang dimiliki,” katanya, saat ini Indonesia mempunyai tiga beban masalah gizi (triple burden) yaitu stunting, wasting dan obesitas serta kekurangan zat gizi mikro seperti anemia.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa 25,7% remaja usia 13-15 tahun dan 26,9% remaja usia 16-18 tahun dengan status gizi pendek dan sangat pendek. Selain itu terdapat 8,7% remaja usia 13-15 tahun dan 8,1% remaja usia 16-18 tahun dengan kondisi kurus dan sangat kurus. Sedangkan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0% pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5% pada remaja usia 16-18 tahun. Data tersebut merepresentasikan kondisi gizi pada remaja di Indonesia yang harus diperbaiki. Berdasarkan baseline survey UNICEF pada tahun 2017, ditemukan adanya perubahan pola makan dan aktivitas fisik pada remaja. Sebagian besar remaja menggunakan waktu luang mereka untuk kegiatan tidak aktif, sepertiga remaja makan cemilan buatan pabrik atau makanan olahan, sedangkan sepertiga lainnya rutin mengonsumsi kue basah, roti basah, gorengan, dan kerupuk.
Perubahan gaya hidup juga terjadi dengan semakin terhubungnya remaja pada akses internet, sehingga remaja lebih banyak membuat pilihan mandiri. Pilihan yang dibuat seringkali kurang tepat sehingga secara tidak langsung menyebabkan masalah gizi. Perbaikan gizi pada remaja melalui intervensi gizi spesifik seperti pendidikan gizi, fortifikasi dan suplementasi serta penanganan penyakit penyerta perlu dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan status gizi remaja, memutus rantai inter-generasi masalah gizi, masalah penyakit tidak menular dan kemiskinan.
Hari Gizi Nasional, Perlu Peran Milenial
Peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) ke-60 dijadikan sebagai momentum menyebarluaskan informasi dan promosi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi yang optimal. Meningkatkan pengetahuan dan peran aktif masyarakat khususnya generasi milenial tentang kesehatan dan gizi. Hari Gizi Nasional tahun ini bertema ”GIZI Optimal untuk Generasi MILENIAL”. Upaya perbaikan gizi pada remaja yang dilakukan oleh sektor kesehatan tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa adanya intervensi sensitif yang dilakukan oleh sektor non kesehatan lainnya.
Indonesia membutuhkan remaja yang produktif, kreatif, serta kritis demi kemajuan bangsa. Hal tersebut hanya dapat dicapai apabila remaja sehat dan berstatus gizi baik. Remaja sehat bukan hanya dilihat dari fisik tetapi juga kognitif, psikologis dan sosial. Periode remaja merupakan windows of opportunity kedua yang sangat sensitif dalam menentukan kualitas hidup saat menjadi individu dewasa dan juga dalam menghasilkan generasi selanjutnya. (*)