MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Makassar International Writers Festival (MIWF) tahun ini menggandeng Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Konsulat Jenderal Australia di Makassar, menggelar Boundless Plains Exhibition (Pameran Dataran Tak Bertepi)—foto-foto perjalanan yang mencoba menceritakan sejarah Muslim Australia. Pameran yang digelar Museum La Galigo Fort Rotterdam Maskassar ini resmi dibuka hari ini dan akan berlangsung hingga 25 Juli 2019.
Sebanyak 22 foto koleksi Islamic Museum of Australia dipamerkan di Museum La Galigo Fort Rotterdam Makassar. Pameran dibuka oleh Konsulat Jenderal Australia di Makassar Richard Mathews, Direktur MIWF Lily Yulianti Farid, dan Kemal Redindo dari Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan, di Museum La Galigo, Selasa, 25 Juni 2019.
“Melalui pameran ini, masyarakat Makassar mendapat kesempatan melihat
pengaruh dan perjalanan Islam di Australia. Bagaimana interaksi antar manusia terjadi. Bagaimana interaksi antar budaya terjadi,” ungkap Lily. Ia berharap, pameran ini sekaligus menjadi refleksi tempat belajar bersama, memperkuat kerjasama budaya antara Australia dan Indonesia.
“Untuk menghilangkan ketakutan, kita harus saling kenal,” ungkap Richard. Menurutnya, Australia adalah negara yang sangat terbuka terhadap imigran dan juga banyak orang Indonesia. Berdasarkan penelitian arkeologi, pelaut Makassar sudah sering datang ke Australia bagian utara sejak abad 17. Mereka datang mencari teripang hingga berhubungan dengan Suku Aborigin. Hubungan antara Makassar dan Australia masih diingat hingga saat ini.
Menurut Richard, Islam adalah agama yang paling cepat berkembang di Australia karena banyaknya imigran termasuk dari Indonesia. Foto-foto yang dihadirkan pada pameran ini menunjukkan hasil kedatangan Islam di Australia. Pengaruh kedatangan Islam ini masih bisa dilihat sampai sekarang. “Ratusan ribu unta masih bisa ditemukan di pedalaman Australia,” ungkap Richard.
Richard berharap tetap memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan Makassar. “Sudah empat tahun ini kami menyokong MIWF,” ungkapnya.
Ekspedisi Boundless Plains (Dataran Tak Bertepi) dirancang oleh Islamic Museum of Australia untuk menghadirkan pengalaman langsung koneksi bersejarah Muslim Australia. Di sini dihadirkan catatan foto perjalanan yang membeberkan sejarah Muslim Australia yang debut di antara bunting darat Australia yang luar biasa.
Pada 2011 ketika awal Museum berdiri, Mustafa Fahour sebagai Pendiri; bersama dengan Manajer Umum pendiri, Ashraf Naim; Dokumenter, Jehad Dabab; dan fotografer pemenang-penghargaan, Peter Gould, melakukan perjalanan ke sejumlah tempat penting sepanjang garis waktu koneksi Muslim Australia. Dari catatan penduduk asli Australia Utara tentang pengunjung awal dari Makassar, hingga ke kota-kota kediaman penunggang unta di tengah betuna, mereka mengunjungi rute-rute perdagangan 1800an, mengunjungi masjid-masjid pertama Australia, dan menemukan karya kemakmuran ekonomi dan sivil dari para migran abad ke-20. Foto-foto ini menangkap perjalanan mereka dan mengulang kembali kisah dampak bersejarah Islam yang luas di Australia sekaligus memperlihatkan warisan dan keragaman Muslim Australia.
Tahun ini MIWF memasuki tahun ke-9, digelar 26-29 Juni 2019. Mengusung tema People, sebagai respon terhadap Pemilu—yang paling kompleks—yang baru saja selesai. Dalam Bahasa Inggris, People bila diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah: orang, tapi juga berarti rakyat. People (rakyat) seringkali hanya diperhatikan saat perebutan kekuasaan.
MIWF mencoba mencoba menempatkan People dengan cakupan yang lebih luas, dengan membuka banyak ruang percakapan tentang orang-orang yang berdedikasi di berbagai bidang. Tahun ini, sebanyak 68 orang penulis dan pembicara yang akan ikut berbagi pengalaman dan cerita tentang karya-karyanya di MIWF. Ada 58 total mata acara yang akan berlangsung dan berpusat di Fort Rotterdam dan lima kampus di Makassar yakni: Universitas Hasanuddin, Universitas Bosowa, Universitas Islam Negeri Alauddin, Universitas Muhammadiyah Makassar, dan Universitas Kristen Indonesia Paulus.
Tahun ini MIWF mengusung konsep Zero Waste Festival sebagai bentuk kampanye melarang penggunaan plastik sekali pakai. Komitmen ramah lingkungan ini dimulai oleh para relawan dan tim kerja yang wajib membawa botol air minum isi ulang. Semoga hal-hal baik ini bisa dilakukan bersama-sama sebagai wujud nyata kita ikut menjaga bumi. (rls)