JAKARTA, PIJARNEWS.COM–Pemerintah RI melalui Menko Polhukam, Mahfud MD mengeluarkan surat keputusan Nomor 83 Tahun 2020 tentang pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menginvestigasi peristiwa yang menewaskan dua Anggota TNI, satu warga sipil dan satu pendeta di Intan Jaya, Papua.
Salah satu diantara Dua anggota TNI yang menjadi korban kelompok Kriminal bersenjata tersebut adalah Serka Anumerta Sahlan, Anggota Kodim 1404, Pinrang, Sulawesi Selatan yang ditugaskan untuk menjaga teritorial di Kabupaten Intan Jaya sejak Juli 2019 lalu.
“Kemudian kami bentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Intan Jaya dengan nomer keputusan 83 Tahun 2020,” ucap Mahfud saat menggelar konferensi pers secara daring, Jumat (2/10/2020).
Tergabung dalam TGPF sejumlah unsur pemerintah, polisi, tokoh masyarakat adat dan agama Papua. Ada sekitar 30 nama yang terbagi menjadi dua komponen utama, yakni Tim Pengarah berjumlah 11 orang anggota dan 18 orang Tim Investigasi Lapangan.
Ditunjuk Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Tri Soewandono sebagai ketua pengarah TGPF.
Mahfud menerangkan, Tim TGPF ini mulai bekerja sejak SK resmi dikeluarkan pada Kamis (01/10) hingga dua pekan ke depan. TGPF berkewajiban melaporkan semua temuannya kepada Mahfud selaku Menko Polhukam.
Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 ini menjelaskan, alasan utama pembentukan Tim TGPF, lantaran perjalanan pengungkapan insiden Intan Jaya, Papua menimbulkan perdebatan.
Pihak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bersikeras Penembakan terhadap pendeta Yeremia yang diikuti dengan tewasnya dua anggota TNI, dan satu orang warga sipil lainnya ditembak oleh oknum TNI. Sementara TNI justru menuding KKB yang menembak.
“Ini menimbulkan banyak perdebatan siapa yang melakukan dan siapa korban. KKB yang menurut TNI dan POLRI bertanggung jawab, namun KKB justru menuding balik bahwa yang melakukan aparat,” ujar Mahfud.
Insiden intan jaya terjadi di distrik Hitadipa, Papua pada 19 September lalu, namun hingga kini masih belum jelas di mata hukum. Pihak TNI dan Polri mengatakan kelompok KKB, sebutan untuk Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang harus bertanggung jawab.
Tudingan ini diyakini lantaran lokasi kejadian merupakan tempat yang dikuasai kelompok separatis itu. Berdasarkan data intelijen Polda Papua, setidaknya ada 50 personel KKB yang dilengkapi 17 pucuk senjata di wilayah distrik Hitadipa. (*)
Penulis : Faisal Lohy