PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Kota Parepare yang dijuluki sebagai kota cinta dengan latar belakang masyarakatnya yang beragam, baik dari suku, budaya, agama, ras dan tradisi tentunya sebuah bentuk anugerah dari sisi kemajemukan masyarakat.
Kemajemukan itu, melahirkan dan mengedepankan konsep toleransi dalam menjaga ketertiban dan keamanan di tengah perbedaan di atas.
Namun, baru-baru ini aroma toleransi keberagaman tersebut tampak tidak tercermin di tengah masyarakat Kota Parepare. Sebab, Jumat (8/10/2023), terjadi aksi penolakan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel yang dilakukan sejumlah warga di Jalan HM Arsyad, Watang Soreang, Kecamatan Soreang.
Menggapai hal itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cenderung menyederhanakan keragaman untuk memperjelas posisi toleransi.
“Saya rasa mengeksplorasi prinsip toleransi yang menjadi salah satu karakter PMII, toleransi ala NU-PMII melahirkan sebuah konsep dan hirarki kehidupan yang mampu menjadi payung teduh untuk umat seluruh alam, bukan hanya kaum muslimin,” kata Ketua Cabang PMII Parepare, Nasrullah kepada wartawan, Senin (9/10/2023).
PC-PMII Kota Parepare menanggapi, bahwa pembangunan sarana pendidikan dan tempat peribadatan atau hal-hal yang berkaitan dengan kebebasan pelaksanaan ritual keagamaan itu adalah hal yang wajar untuk umat beragama, karena Indonesia ini bukan negara muslim yang hanya di dominasi umat muslim.
“Kebebasan beragama sudah termaktub pada banyak pasal, salah satunya Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya,” jelas Nasrullah.
Namun, lanjutnya, pada implementasinya, fakta yang kontras justru terjadi di Kota Parepare.
“Pada hari Jumat, 6 Oktober 2023 terjadi unjuk rasa penolakan pembangunan Sekolah Kristen Gamaliel di Kecamatan Soreang, Kota Parepare,” ujarnya.
Untuk itu, PMII Parepare mengecam tindakan intoleransi yang terjadi di Kota Parepare. (*)
Reporter: Wahyuddin