MJAKARTA, PIJARNEWS. COM- Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian telah disahkan menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (19/09/2024).
Dalam UU Keimigrasian terbaru, terdapat sembilan perubahan, salah satunya terkait dokumen perjalanan Republik Indonesia (paspor) yang diakui sebagai bukti kewarganegaraan.
Mengacu pada International Civil Aviation Organization (ICAO), paspor didefinisikan sebagai dokumen yang diterbitkan oleh otoritas berwenang suatu negara untuk perjalanan internasional. Paspor ini mengidentifikasi pemegangnya sebagai warga negara dari negara penerbit dan membuktikan hak pemegang untuk kembali ke negara tersebut.
Mewakili Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas dalam Rapat Paripurna menyampaikan bahwa optimalisasi peraturan perundang-undangan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait kepastian hukum, termasuk dalam konteks mobilitas antarnegara. Sementara itu, dari sisi Imigrasi, kompleksitas mobilitas orang antarnegara memunculkan ancaman dan risiko yang beragam bagi petugas Imigrasi.
“Beberapa aspek penguatan yang diperlukan oleh Ditjen Imigrasi berkaitan dengan perbaikan layanan, perlindungan bagi petugas imigrasi, serta alasan penolakan orang keluar dari wilayah Indonesia hingga jangka waktu penangkalan,” ujar Menkumham.
Terkait penangkalan, Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim menjelaskan, “Jangka waktu penangkalan diperlukan untuk mencegah masuknya WNA bermasalah. Misalnya, seorang WNA yang melakukan kejahatan di Indonesia dapat ditolak masuk selama 10 tahun atau bahkan seumur hidup.”
Undang-Undang Keimigrasian yang baru ini juga mengakomodasi perbaikan layanan melalui pengaturan masa berlaku izin masuk kembali (multiple entry permit) yang disamakan dengan masa berlaku izin tinggal terbatas (ITAS) atau izin tinggal tetap (ITAP) yang dimiliki orang asing.
“Orang asing pemegang ITAS/ITAP yang ingin masuk dan keluar Indonesia secara leluasa juga harus memiliki izin masuk kembali (IMK). Sebelumnya, izin ini hanya berlaku selama dua tahun, sedangkan ITAP bisa lima tahun. Kini, mereka tidak perlu lagi mengurus perpanjangan IMK setiap kali masa berlaku habis,” jelas Silmy dalam kesempatan berbeda.
Selain itu, perubahan UU Keimigrasian ini memungkinkan seseorang yang telah menyelesaikan tahap penyidikan dan memasuki tahap tuntutan jaksa untuk dicegah keluar dari wilayah Indonesia. Perubahan ini menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011.
UU Keimigrasian terbaru juga mengakomodasi kebutuhan pejabat Imigrasi dalam penegakan hukum, termasuk pemberian wewenang untuk menggunakan senjata api. Penggunaan senjata ini akan diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri.
“Dalam tahap pertama pembahasan RUU, kami menjelaskan kepada DPR bahwa sudah ada beberapa kejadian tragis di mana petugas Imigrasi gugur dalam tugas. Saat mengamankan orang asing, mereka diserang, sementara petugas tidak dibekali alat perlindungan,” jelas Silmy.
“Alhamdulillah, setelah perjuangan yang luar biasa, kita memiliki regulasi keimigrasian yang baru, sebuah payung hukum untuk menjawab tantangan saat ini dan mempersiapkan masa depan,” tutup Silmy.