PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Forum Pengembang Ajatappareng (FPA) berharap Pemkot Parepare menindaklanjuti Peraturan Presiden No 34/2016. Aturan mengenai turunnya pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah (BPHTB) untuk perumahan itu, sejatinya telah berlaku sejak September. Namun Parepare belum juga mentaati aturan tersebut.
Berdasarkan PP No 34/2016 itu, pajak BPHTB seharusnya turun dari 5 persen menjadi 2,5 persen dari nilai transaksi. Dalam PP itu juga disebutkan Presiden Joko Widodo meminta gubernur, bupati atau walikota melakukan perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang BPHTB, dari 5 persen menjadi 2,5 persen.
“Masalahnya di Parepare masih menerapkan 5 persen, sehingga sangat membebani pengembang. Seharusnya kan Pemkot mendukung program sejuta rumah ini dengan memberi kemudahan, bukannya mempersulit. Belum lagi lamanya izin prinsip dimeja walikota yang bisa berbulan-bulan,” jelas Ketua FPA Yasser Latief.
Yasser menegaskan, pemerintah daerah harus menyadari bahwa para pengembang justru sangat membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah layak. Sebagaimana banyak diberitakan, banyak warga di Parepare yang belum memiliki rumah layak huni. Sehingga, Pemkot semestinya tidak menarik pajak sedemikian besar.
“Jadi kita semata-mata tidak mengejar untung, tapi juga menyukseskan program sejuta rumah. Muaranya tentu kesejahteraan masyarakat Parepare,” tegas Yasser.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bidang Pendapatan Badan Keuangan Daerah Parepare Prasetyo menyebutkan, pajak perumahan yang turun hanya PPh. BPHTB tetap 5 persen sebagaimana yang telah diterapkan selama ini. Meski demikian, salah satu staf Dispenda menyebut dalam peraturan memang nominal BPHTB diserahkan ke Pemda masing-masing.
“Kita lihat peraturannya dulu. Kita bekerja berdasarkan aturan, jika memang kedepan ada perda yang menyebut BPHTB turun 2,5 persen tentu tidak ada alasan lagi kita pungut 5 persen,” tandasnya.
* Instruksi Mendagri
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta Pemerintah Daerah (Pemda) se-Indonesia mempermudah perizinan bagi pengembang, yang ingin membangun rumah subsidi. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Kemendagri kepada gubernur dan bupati/walikota.
Dalam edaran yang diteken oleh Mendagri Tjahyo Kumolo itu menegaskan, awal Desember lalu PP nomor 64 tahun 2016 telah disahkan. Isinya tentang upaya yang harus dilakukan pemerintah daerah agar masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli bisa memperoleh rumah.
Kepala daerah diminta menyederhanakan dan mempercepat perizinan untuk pembangunan rumah itu. Untuk mempermudah, proses perizinan disatukan di kantor Sintap, atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Penerbitan PBB hanya satu hari, penyederhanaan perizinan yang sebelumnya 33 jenis, menjadi hanya 11 jenis izin. Ada tujuh jenis izin yang ditiadakan, masing-masing izin lokasi, rekomendasi peil banjir, persetujuan master plan, pengesahan site plan, izin cut and fill, dan andal lalin.
Waktu penyelesaian izin yang dulu 981 hari, kini dipangkas menjadi hanya 44 hari. Beberapa prosedur yang dipangkas adalah surat pelepasan hak (SPH) dari 15 hari menjadi hanya 3 hari, ukur peta tanah (90 hari menjadi 14 hari), penerbitan dan pemecahan IMB (30 hari menjadi hanya 3 hari), dan penerbitan SK hak atas tanah (213 hari menjadi 3 hari saja). (ris)
(ris)