NASIONAL, PIJARNEWS.COM–Sejak pandemi covid-19 mewabah aktivitas belajar mengajar dilakukan dirumah dengan cara daring, namun sekolah daring tak menguntungkan bagi mereka yang orang tuanya hidup pas-pasan, jangankan untuk membeli paket data, Smartphone pintarpun mereka tak punya, karena tak mampu membeli.
Seperti Dimas Ibnu Alias tetap bersekolah, karena tak punya ponsel pintar (smartphone), ia berangkat ke sekolah, dan dikelas ia hanya seorang diri. Apa yang di alami Dimas itu dinilai merupakan fenomena gunung es.
“Kasus seperti Dimas dengan kesulitan membeli smartphone ini sebenarnya banyak, baik di kota besar maupun di pelosok daerah,” kata pemerhati pendidikan dari lembaga swadaya masyarakat Komisi Nasional Pendidikan (Komnas Pendidikan), Andreas Tambah, seperti dilansir dari detikcom, Sabtu (25/7/2020).
Dimas merupakan siswa kelas VII SMPN 1 Rembang, Jawa Tengah. Bila teman-temannya mampu belajar dari rumah secara daring karena mempunyai ponsel pintar serta paket data, Dimas tidak bisa karena dia tidak punya ponsel pintar.
“Dalam kasus Dimas ini, pemerintah daerah setempat harus mengambil kebijakan tentang relaksasi penggunaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan dana BOP (Bantuan Operasional Pendidikan),” kata Andreas.
Andreas mengingatkan perihal kebijakan Menteri Pendidkan Nadiem Makarim yang bisa dimanfaatkan oleh sekolah dan kepala daerah. Nadiem telah merevisi Permendikbud tentang Penggunaan Dana BOS dan BOP PAUD demi meyesuaikan keadaan di masa pandemi ini.
Dalam Permendikbud yang diteken Nadiem pada 9 April 2020 itu, ada Pasal 9A huruf a yang mengatur bahwa sekolah dapat menggunakan dana BOS reguler untuk membeli pulsa, paket data, dan layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan peserta didik. Lantas bagaimana beli pulsa bila ponsel pintar saja tidak punya?
“Kalau hanya satu orang (Dimas), kenapa sekolah tidak membiayai untuk membeli smartphone? Toh smartphone Rp 1 juta juga sudah bagus. Ini supaya Dimas bisa seperti yang lain. Mau tidak mau, zaman sudah berubah, konsep pembelajaran juga berubah karena situasi tidak memungkinkan untuk tatap muka,” tutur Andreas.
Dalam kondisi pandemi ini, sekolah-sekolah harus mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu untuk penghematan anggaran. Lebih baik, biaya yang tidak urgen dialihkan untuk membantu siswa yang tidak mampu secara ekonomi seperti Dimas.
“Banyak sekali yang mengeluh dengan masalah yang sama seperti Dimas,” kata Andreas.
Dimas yang merupakan putra dari Didik Suroyo seorang nelayan dan Asiatun yang merupakan buruh pengeringan ikan. Dimas diizinkan datang ke sekolah untuk belajar dengan metode tatap muka meski seorang diri.
Pihak sekolah sengaja membuat kebijakan khusus bagi siswa yang tak memiliki gawai untuk belajar. Protokol kesehatan pencegahan COVID-19 diterapkan selama pembelajaran tatap muka.