PAREPARE, PIJARNEWS.COM–Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare menggelar kegiatan Kuliah Tamu di Auditorium IAIN Parepare, Rabu (18/5/2022).
Kegiatan yang mengangkat tema “Reposisi Agama Dalam Dinamika Kebangsaan Menuju Demokrasi Berkeadaban” dihadiri oleh rektor IAIN Parepare Dr. K. Hannani, M. Ag, narasumber kuliah tamu Dr. Muhammad Najib Azca, M.A., Ph. D, Dekan FUAD Dr. KH. Abd. Halim K, LC. MA, para wakil dekan FUAD, ketua prodi lingkup FUAD, unsur dosen, serta mahasiswa FUAD IAIN Parepare.
Nahrul Hayat, M. I. Kom Ketua Panitia dalam laporannya menyampaikan, kegiatan tersebut bertujuan untuk melihat realitas dan dinamika kehidupan berbangsa saat ini. “Kita sebagai kampus Islam tentu punya tugas dan kewajiban untuk melihat bagaimana kondisi sosial kemasyarakatan hari ini,” ucapnya.
“Mudah-mudahan kegiatan yang kita laksanakan ini mendapat berkah baik untuk dosen maupun mahasiswa,” tambahnya.
Dekan FUAD Abdul Halim K mengajak para peserta untuk mengikuti kuliah tamu dengan baik, karena menurutnya momen tersebut merupakan momen emas.
“Ini merupakan kesempatan emas, karena hanya hari ini dilaksanakan, petik ilmunya dan kita aplikasikan dalam keseharian kita sebagai cendekiawan Muslim,” harapnya.
Sementara Rektor IAIN Parepare Hannani dalam sambutannya menyampaikan, dalam proses demokrasi, agama sering dijadikan simbol-simbol dan alat demokrasi atau yang biasa disebut sebagai politik identitas yang semakin mengakar di negeri ini. “Inilah yang menyebabkan lahirnya konflik internal yang mengatasnamakan agama dan juga melibatkan identitas agama, tidak hanya itu dalam aksi demonstrasi terkadang agama juga digunakan sebagai alat,” ujarnya.
Karena itu, Hannani menekankan agar kembali pada warisan budaya, bagaimana berdemokrasi dan berpolitik dalam pemerintahan sesuai dengan kultur budaya seperti pada Suku Bugis.
“Kita akan memasuki tahun politik di 2024 nanti, kita berharap mudah-mudahan tidak ada lagi politik identitas dan tidak menghujat lawan politik dalam berdemokrasi,” harap Hannani.
Sementara itu dalam materinya, Muhammad Najib Azca berharap para mahasiswa untuk terpantik untuk melakukan riset-riset. “Kita punya tantangan dan tanggung jawab, banyak riset dan kekayaan negara kita yang harus dieksplorasi,” katanya.
Lebih lanjut Azca menjelaskan, dalam konteks dinamika politik kebangsaan, Indonesia memiliki ragam gerakan separatisme/self-determinisme, seperti DI-TII/NII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Aceh dan lain-lain (1949-1962),
Republik Maluku Selatan (1950-1963), Gerakan Aceh Merdeka (1976-2005), hingga Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak tahun 1963 hingga saat ini.
“Ini tentu menjadi tugas dan tanggung jawab kita bagaimana menjaga kedaulatan negara ini”, ujar Dosen Sosiologi dan Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM itu. (*)
Penulis : Wahyuddin