PAREPARE, PIJARNEWS.COM — Meski wilayahnya tidak memiliki lahan pertanian yang besar, namun Kota Parepare, Sulawesi Selatan mampu melakukan pengendalian inflasi, Hal itu diungkapkan Pj Wali Kota Parepare Akbar Ali disela-sela kegiatan petik cabe di Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Kamis (18/7/2024).
Kota Parepare merupakan kota yang mengandalkan sektor jasa, sehingga dibutuhkan langkah jitu guna mengatasi masalah inflasi tersebut.
“Sekarang ini, di Juni-Juli itu sekitar 2,6 persen. Memang kalau dilihat secara estimasi seluruh di Sulsel termasuk tinggi. Tetapi ukuran dari inflasi itu rensnya diatas 3 dan dibawa 1,” kata Akbar Ali.
“Kemudian dalam rangka penanganan inflasi ini, salah satunya dilaksanakan penanaman cabe yang dilakukan beberapa waktu lalu hari ini kita sudah bisa petik hasilnya,” jelas Akbar Ali.
Lebih lanjut dikatakan Pj Wali Kota pihaknya juga mencari produk kebutuhan masyarakat seperti cabai dengan memfasilitasi pembelian dengan salah satu kabupaten penghasil seperti Takalar dan Enrekang.
“Kita bantu subsidi terkait pendistribusian sampai ke Parepare, sehingga nilai jual untuk Parepare tidak tinggi lagi untuk dibeli masyarakat,” pungkasnya.
Diakuinya, masyarakat Kota Parepare yang mengandalkan jasa juga menjadi kendala untuk mendorong menanam cabai secara mandiri di pekarangan mereka masing-masing benih cabai dengan cara hidroponik.
“Harusnya juga kita dorong masyarakat melakukan penanaman mandiri, namun kita sadari bahwa kondisi kita sangat tidak memadai sehingga yang paling efektif kita gerakan petani-petani yang memang mengeluti hal tersebut,” pungkasnya.
Sebelumnya, Asisten II Perekonomian dan Kesra, Andi Ardian Asyraq saat ditemui Pijarnews.com, mengatakan inflasi sekitar 2,6 jika diukur terdapat plus minus, diantaranya masih satu di bawah nasional, namun pihak Pemkot Parepare waspada.
Dijelaskan Asisten II Perekonomian dan Kesra, dari inflasi tersebut komuditi yang andil inflasi kurang lebih empat komuditi yakni beras, ikan, cabe dan udang basah.
“Beras jadi andil terbesar menyumbang inflasi, namun upaya yang telah dilakukan pemerintah Kota Parepare dalam hal pengendalian inflasi khsus beras terkait dengan beras SPHP yang jadi komuditi Bulog itu kita lakukan langkah dengan menetapkan harga penyaluran kepada masyarakat,” pungkasnya.
“Oleh Bulog meski di HET (harga eceran tertinggi) tertulis Rp 12.5 ribu oleh Bulog diminta ke mitra untuk melepas dengan harga Rp 12 ribu,” tuturnya.
Dikatakan Ardian beras yang menyumbang inflasi yakni beras lokal, dan pengendaliannya pemerintah Kota Parepare telah merumuskan langkah yang strategis untuk mengendalikan komuditi beras lokal.
Lebih lanjut dijelaskan Ardian, komuditi yang menyumbang inflasi di Kota Parepare yakni ikan. “Untuk ikan ini kami perintah kota sudah mengumpulkan para pengepul ikan, nelayan dan mereka menyampaikan bahwa suplai dari ikan masuk di Parepare,” tambahnya.
“Karena kita di Parepare tidak termasuk sebagai penghasil ikan dan masih mendatangkan dari berbagai kabupaten seperti Kabupaten Sinjai. Jadi itu sangat berpengaruh, terlebih pada saat idul adha kemarin karena mungkin banyak nelayan yang tak melaut, dan harapan kita kedepan jika ikan harganya bisa terkendali,” pungkasnya.
Komuditi lainnya yang pengaruh inflasi di Kota Parepare yakni cabe, dan Pemkot kata Ardian telah mengambil langkah untuk melakukan kerjasama antar daerah yang menjadi sentra produksi cabe.
“Kita sudah kerjasama dengan Pemkab Takalar untuk menyerap produksi cabe mereka untuk kita distribusikan di pasar yang ada di Kota Parepare. Namun memang ada beberapa komuditi cabe yang dimiliki pedagang dengan harga modal masih tinggi sehingga mereka berusaha untuk menghabiskan stok lebih dulu,” jelasnya.
Asisten II Perekonomian dan Kesra, Andi Ardian Asyraq pun menegaskan optimis bisa mengendalikan masalah inflasi di Kota Parepare. (Ink)