MAKASSAR. PIJARNEWS.COM — Masa penahanan tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadaan ATK, makan dan minum, Kepala BPKAD Makassar, Erwin Syafruddin Hayya diperpanjang 40 hari.
Diketahui, saat penyidikan kasus tersebuy, Erwin Hayya sapaannya langsung ditahan tiga hari pasca ditetapkan sebagai tersangka tunggal oleh Penyidik Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel. Ia ditahan Jumat, 26 Januari.
Sesuai aturan masa penahanan pertama yakni 20 hari dan dapat dilanjutkan jika masih membutuhkan waktu tambahan penyidikan sebelum P21.
” Masa penahanannya akan kita perpanjang selama 40 hari, ” jelas Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani, Minggu 11 Februari.
Lanjutnya, terkait penambahan masa penahanan 40 hari setelah 20 hari masa tahanan Erwin habis, penyidik akan segera melayangkan surat permintaan penambahan masa penahanan ke Kejati Sulsel.
Kasi Penkum Kejati Sulsel, Salahuddin mengaku, hingga saat ini pihaknya belum menerima surat permintaan penambahan masa penahanan Tersangka Kepala BPKAD Makassar, Erwin Syafruddin Hayya.
Jika surat sudah masuk, pihaknya akan menindaklanjuti dengan cepat agar proses penyidikan Polda Sulsel dapat berjalan sesuai prosedur dan aturan.
” Inikan belum berakhir masa penahanan pertama (20) hari. Kita tunggu saja dari penyidik untuk penambahan masa tahanan tersangkanya, ” tuturnya.
Diketahui, hingga kini Erwin ditetapkan sebagai tersangka tunggal pada kasus tersebut. Penemuan dugaan tersebut saat Tim penyidik Polda Sulsel melakukan penggeledahan di Balaikota, ruang BPKAD Makassar pada Rabu 3 Januari lalu. Penyidik menemukan uang Rp1 miliar lebih. Saat penggeledahan, ternyata dari Rp1 miliar lebih yang berupa mata uang asing dan rupiah tersebut, ditemukan Rp300 juta dalam satu amplop besar.
Amplop tersebut merupakan setoran dari perusahaan CV. Wyata Praja atas pembayaran pengadaan langsung ATK, penggandaan dan makan minum untuk periode bulan November- Desember 2017.
Dimana penyetoran tersebut merupakan perintah dari tersangka Erwin Syafruddin selaku kepala BPKAD Makassar. Semua pengadaan langsung berupa ATK, penggandaan dan makan minum di BPKAD dilakukan dengan tujuh perusahaan yang ditunjuk langsung oleh tersangka tanpa proses pengadaan.
Mereka diwajib menyetor 95 persen dana pembayaran yang dikumpulkan melalui bendahara pengeluaran dan staf honorer. 5 persen diberikan kepada pihak penyedia sebagai fee dan penyedia tidak perlu melaksanakan pengadaan tersebut.
Kemudian atas perintah tersangka Erwin, dana 95 persen tersebut sebagiannya digunakan oleh bendahara pengeluaran, Lilis untuk belanja langsung ATK, penggandaan dan makan minum dan sebagiannya lagi digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka termasuk pemberian ke beberapa pihak melalui tunai maupun transfer.
Beberapa bukti yang dimiliki tim penyidik yakni uang Rp300 juta, dokumen pengadaan langsung ATK, penggandaan dan makan minum, rekening koran tujuh perusahaan penyedia, print out catatan penggunaan belanja langsung ATK, penggandaan dan makan minum, serta print out catatan penggunaan pribadi atas perintah tersangka.
Beberapa saksi yang dimintai keterangan yakni tenaga honorer, Alam, bendahara pengeluaran, Lilis, dari CV Wyata Praja, Alham Ramly, tujuh saksi dari perusahaan penyedia dan pejabat pengadaan.
Pasal yang disangkakan yakni Pasal 12 Huruf i subsider Pasal 11 subsider Pasal 12 Huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor. (ang/abd)