OPINI — Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang memiliki ragam budaya dan kebiasaan-kebiasaan lama yang masih dipertahankan sampai saat ini sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya warisan orang terdahulu. Budaya merupakan ciri khas daerah masing-masing baik dari segi sikap, perilaku atau kebiasaan yang diwariskan oleh nenek moyang untuk generasi ke generasi.
Desa Bakaru adalah sebuah daerah yang jauh dari perkotaan sehingga masyarakat di sana masih sangat merawat tradisi-tradisi yang mereka anggap baik untuk kehidupan dalam masyarakat. Di dalam masyarakat masih mengenal sistem kekeluargaan salah satunya adalah “Makkabua Baruga” yang dilaksanakan dengan cara bergotong royong.
Makkabua Baruga merupakan salah satu kegiatan yang sampai saat ini masih dilaksanakan di Desa Bakaru, Kecamatan Lembang Kabupaten Pinrang sebagai bentuk partisipasi masyarakat sebelum melaksanakan acara pernikahan di desa tersebut. Maksud dari kata “Makkabua Baruga Tobotting” ini adalah membuat rumah panggung pengantin.
Baruga merupakan tanda kalau dalam keluarga tersebut ingin melaksanakan suatu acara pernikahan, bukan tanpa adanya tujuan dibuatnya karena Baruga nantinya akan menjadi tempat resepsi pernikahan, tempat akad nikah, tempat beristirahatnya tamu undangan, dan juga sebagai tempat diadakannya simbol-simbol adat sebelum dan sesudah pernikahan.
Tradisi Makkabua Baruga ini dilakukan oleh kaum laki-laki dengan tetap memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitarnya untuk menjadi bahan dalam pembuatan baruga, seperti bambu yang digunakan sebagai balok, kayu sebagai tiang, dan pengikat tiang yang bukan dari tali rapia namun dari ijuk pohon aren atau dalam bahasa setempat disebut Gacci Bulu, kata masyarakat disana bahwa Gacci Bulu lebih tahan lama dibandingkan dengan tali rapia.
Biasanya dalam proses Makkabua Baruga masyarakat membagi tugas mereka agar pembuatannya lebih cepat. Mulai dari menebang bambu, memasang tiang, mengikat balok, sampai pada pemasangan tenda yang dimana masyarakat di sana membawa peralatan masing-masing dari rumah mereka untuk mereka gunakan dan tidak membebankan kepada tuan rumah untuk menyiapkan apa yang mereka butuhkan.
Setelah Baruga selesai barulah masyarakat akan membuat Sala’bi sebagai hiasan Baruga yang terbuat dari bambu yang telah dibentuk dan dihaluskan menggunakan parang lalu di susun secara menyilang. Sala’bi dibuat sebagai dinding pembatas setiap tempat dan juga sebagai gapura untung gerbang masuknya para tamu nantinya. Selanjutnya mereka akan dihidangkan makanan dari tuan rumah yang dibantu ibu-ibu di sana sebagai bentuk terimakasih kepada masyarakat yang telah membantunya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Makkabua Baruga Tobotting ini adalah untuk mempererat tali persaudaran dan juga meringankan beban dalam suatu keluarga, dimana masyarakat Desa Bakaru ingin mempererat hubungan persaudaraan diantara warga desa yang satu dengan warga yang lainnya. Selain itu juga sebagai bentuk siraturahmi dan menjaga kebersamaan, karena dengan diadakannya Makkabua Baruga ini mereka akan berkumpul dan makan bersama tanpa memandang perbedaan derajat dan perbedaan ekonomi.
Juga nilai-nilai yang melekat dalam Tradisi Makkabua Baruga Tobotting ini yakni niai-nilai sosial, dimana mengajarkan kepada kita untuk selalu menjunjung tinggi kepedulian kita kepada sesama manusia karena hal tersebut sangat penting demi terjaganya kekompakan dalam masyarakat sebagai simbol indahnya budaya-budaya lokal. (*)