OPINI, PIJARNEWS.COM — Tak terhitung jumlahnya orang-orang yang tega menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan, jangankan bermain curang, menghabisi lawan politiknya dengan segala tipu muslihat sungguh merupakan hal yang lumrah.
Seolah-olah kekuasaan itu adalah segala- galanya dan menjadi tujuan hidup yang abadi. Bahkan yang lebih ironis lagi, bila orang begitu tega “menggadaikan agamanya” demi meraih kekuasaan.
Dugaan kecurangan yang mewarnai proses Pilkada Parepare berderet mulai dari penggunaan Surat Keterangan (Suket) yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Parepare untuk memilih yang jumlahnya fantastis yaitu lebih 3% dari jumlah penduduk, artinya melebihi ambang batas untuk mengajukan permohonan di MK tentang perselisihan perolehan hasil pemilihan yaitu 2%.
Bila ambang batas ini dimaknai secara kaku atau tanpa nilai-nilai pertimbangan tertentu, maka sama saja bila hukum itu memberikan ruang sebesar-besarnya kepada paslon tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan yang besar, supaya terbebas dari upaya hukum pihak paslon lain. (terbebas dari proses MK).
Dugaan terjadinya kecurangan dalam proses Pilkada Parepare menuai protes keras dari pendukung dan simpatisan paslon nomor urut 2 FAS-ASRYADI mulai dari menduduki PANWAS pada malam hari, besok harinya menutup akses jalan perbatasan antara Kota Parepare dengan Kabupaten Barru. Tetapi kesigapan Polresta Parepare dapat mengantisipasi dan menangani secara tepat dan profesional sehingga keadaan PAREPARE tetap aman/kondusif.
DASAR HUKUM PENGGUNAAN SURAT KETERANGAN KEPENDUDUKAN UNTUK MEMILIH DI TPS.
UU NO. 1 TAHUN 2015 maupun UU NO. 8 TAHUN 2015 PERUBAHAN pasal 61 ayat (1)
“Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih tetapi belum terdaftar di DPT, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan, E-KTP, Kartu Keluarga, paspor dan identitas lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan artinya surat keterangan kependudukan juga termasuk didalamnya.
Setelah berlakunya UU NO. 10 TAHUN 2016 perubahan kedua UU NO. 10 TAHUN 2016 pasal 61 ayat (1) sebagai berikut :
“Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar di DPT, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik”.
Ketentuan hukum tersebut telah mengubah kedudukan hukum Surat Keterangan Kependudukan, Kartu Keluarga, Paspor dan identitas lain, yang sebelumnya sah menjadi tidak sah digunakan untuk menggunakan hak memililih di TPS bagi masyarakat mempunyai hak pilih tetapi tidak terdaftar di DPT, selain KTP ELEKTRONIK.
Tindakan/ perbuatan hukum yang tidak memiliki dasar hukum yang sah atau bertentangan dengan hukum, maka segala akibat hukum yang ditimbulkan menjadi tidak sah menurut hukum atau batal demi kepentingan hukum. Artinya masyarakat yang tidak terdaftar di DPT tetapi menggunakan Surat keterangan kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Parepare untuk menggunakan hak pilihnya di TPS adalah tindakan atau perbuatan hukum yang tidak sah menurut hukum dan segala akibat hukum yang ditimbulkan juga menjadi tidak sah atau batal demi hukum.