PAREPARE, PIJARNEWS. COM — Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar yang saat ini 1 U$ menembus angka Rp14.800 memberikan dampak terhadap perkembangan perekonomian di Indonesia termasuk kota Parepare.
Menurut Yadi Arodhiskara, Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UM Parepare, melemahnya nilai rupiah tersebut menunjukkan bahwa secara makro ekonomi akan menyebabkan cadangan devisa negara berkurang.
Selain itu, barang konsumtif yang bersumber dari impor akan merangkak naik dan akan menyebabkan inflasi untuk beberapa sektor yang berhubungan langsung dengan impor.
Ketika persoalan tersebut dibawa secara spesifik pada tingkat lokal misalnya Kota Parepare, maka tentu akan ada implikasinya, namun tidak terlalu signifikan karena hampir sebagian besar konsumsi masyarakat Kota Parepare tidak bergantung pada produk impor. Kecuali misalnya proyek infrastruktur kota Parepare menggunakan bahan dari produk yang berhubungan langsung dengan dollar.
Meski demikian tetap dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi kota Parepare, selain kebutuhan pokok biasanya masyarakat juga menggunakan bahan bantuan dari luar negeri sehingga harga-harga produk akan naik secara signifikan.
“Dampak yang akan kita rasakan secara langsung mungkin dalam jangka pendek tidak akan terasa, namun jika itu berlangsung secara lama maka akan memberatkan pertumbuhan ekonomi,” jelas Yadi.
Ia juga menjelaskan bahwa penyebab utama terjadinya depresiasi rupiah terhadap dollar ini adalah Kebijakan Pemerintahan Trump pada beberapa negara yang dianggap melakukan pelanggaran terhadap bisnis Amerika selama ini, misalnya untuk produk-produk yg merugikan neraca perdagangan antar kedua negara.
Di samping itu juga karena adanya kewajiban dari pemerintah dan swasta Indonesia untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo dan pembayarannya menggunakan dollar.
“Hal ini mengundang spekulan untuk memainkan dollar dengan menahan dollar karena dianggap dapat memberikan keuntungan,” jelasnya.
Yadi juga memberikan saran bahwa masyarakat harus mengurangi ketergantungan pada produk impor jika produk tersebut dapat diperoleh dalam negeri.
Ia juga menyatakan bahwa pembayaran utang luar negeri dinegosiasikan ulang, dengan mengartur termin pembayaran pokok dan bunga agar tidak jatuh tempo dalam kurun waktu tertentu. (*)
Reporter : Sucipto Al Muhaimin
Editor: Dian Muhtadiah Hamna