Foto: Tribunnews.com
MAKASSAR, PIJARNEWS. COM— Ketua Tim Hukum Faisal Andi Sapada-Asriady Samad (FAS-AS), Heriyanto, angkat bicara terkait pernyataan Wali Kota Parepare, HM Taufan Pawe yang menyatakan tindakan dan sikap PT-TUN Makassar yang mengabulkan permohonan gugatan pasangan FAS-AS melampaui kewenangannya.
Menurut Heriyanto, gugatan yang mereka ajukan ke PT-TUN Makassar merupakan hal wajar dan bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. “Langkah ini juga merupakan cara kami mencari keadilan,” kata Heriyanto di Makassar, Kamis, 27 September 2018 seperti dilansir dari tribunnews.com.
Bukan karena alasan itu saja Heriyanto CS mengajukan gugatan ke PT-TUN Makassar. Menurutnya keputusan KPU Parepare selaku pejabat tata usaha negara yang tidak mengabulkan atau mengabaikan tuntutan dari saksi FAS-AS saat rekapitulasi perhitungan suara tingkat kecamatan dan kabupaten.
“Kami tidak pernah menuntut hasil pilwali, tetapi proses. Perlu dipahami bahwa kami ke PT-TUN karena bawaslu juga tidak menindaklanjuti setiap laporan kami. PT-TUN punya kewenangan terkait ini,” ujar Heriyanto.
Heriyanto menambahkan, keputusan KPU Parepare di dalam tahapan pilkada itu ada beberapa keputusan. Ada keputusan DPT, keputusan penetapan pasangan calon, keputusan tidak menetapkan pasangan calon, keputusan tentang kampanye, keputusan logistik, berita acara rekap, dan penetapan pasangan calon terpilih.
“Inilah keputusan-keputusan yang ada di dalam tahapan pilkada. Di dalam Undang-Undang juga sudah dijelaskan bahwa yang menjadi obyek di MK adalah berita acara rekap di KPU kabupaten/kota. Terus juga disebutkan di dalam Undang-Undang Pilkada yang menjadi kewenangan panwas, PT-TUN dan MA adalah keputusan KPU tentang penetapan paslon atau keputusan tidak ditetapkannya pasangan calon,” tegas Heriyanto.
Terus, lanjut Heriyanto, ada keputusan lain, seperti penetapan DPT, kampanye, logistik dan lain-lain ini yang tidak diatur dalam UU Pilkada. Jika tidak diatur di dalam itu, maka dipakai ketentuan umum. “Makanya kami menggunakan UU Pradilan Tata Usaha Negara, Nomor 5 Tahun 1986,” jelasnya.
“Dimana juga ada UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan yang menyebutkan bahwa bukan hanya keputusan yang bisa diuji di PT-TUN, tetapi tindakan pejabat tata usaha negara bisa diuji. Tindakan saja bisa diuji, tindakan apa yang kami uji disitu? Adalah tindakan KPU sebagai pejabat tata usaha negara yang tidak menindaklanjuti tuntutan dan keberatan dari saksi pasangan calon di tingkat kecamatan dan kabupaten. Kami tuntut disini adalah proses, bukan angka,” ungkap Heriyanto.
Heriyanto pun membeberkan tiga indikator menentukan suatu pemilu. Pertama, integritas hasil, kedua integritas proses, dan ketiga integritas penyelenggara.
“Integritas hasil diuji di MK, integritas penyelenggara diuji di DKPP, dan integritas penyelenggara, proses awal ujiannya di panwaslu. Kenapa kami kemudian lari ke PT-TUN? Karena panwaslu tidak menindaklanjuti setiap laporan dugaan pelanggaran,” jelasnya.
“Makanya kami bawa ke PT-TUN Makassar. Sehingga penetapan pasangan calon yang didalamnya masih menyisakan persoalan yang belum ditindaklanjuti oleh KPU Parepare sebagi pejabat tata usaha negara ini adalah kewenangan PTTUN Makassar,” kata Heriyanto. (*)
Sumber: Tribunnews.com
Editor: Dian Muhtadiah Hamna