Kehadiran artificial intelligence (AI) merambah segala bidang. Termasuk di dunia jurnalistik. Penggunaan AI menimbulkan polemik. Bagi yang pro, AI dinilai membantu dan membuat kerja-kerja jurnalistik lebih efisien. Namun bagi yang kontra, kebergantungan terhadap AI dikhawatirkan akan membuat kualitas jurnalisme di masa depan merosot. Wartawati Pijarnews.com, Dian Muhtadiah Hamna meminta pandangan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry CH-Bangun dalam wawancara khusus di kantornya, Gedung Dewan Pers Lantai IV, Jl Kebon Sirih No. 34 Jakarta Pusat, pada 5 September 2024 lalu. Berikut petikannya:
Bagaimana Anda melihat perkembangan tentang AI di media massa di Indonesia saat ini?
Iya jadi kalau saya melihat bahwa sudah mulai banyak media khususnya media-media digital yang besar menggunakan jurnalisme robot, AI ini karena dianggap lebih mudah tetapi ini khususnya untuk berita-berita yang teramalkan.
Jadi misalnya berita bursa, berita-berita olahraga, sesuatu yang memang dapat dengan mudah diperoleh data-datanya.
Apakah di PWI telah memiliki regulasi atau panduan penggunaan AI di media massa?
Belum memiliki regulasi dan memang biasanya regulasi itu nanti diatur bersama-sama di Dewan Pers. PWI sebagai salah satu konstituen biasanya diajak ikut merumuskan juga. Mengenai aturan-aturan terkait pers ya segala macam karena apa? Dewan Pers itu kan memiliki sumber daya, sumber dana di dalam menyusun seperti ini karena perlu waktu, perlu banyak orang dan perlu juga pendapat-pendapat ahli.
Bagaimana PWI memandang aspek etika dalam penggunaan AI?
Jadi teman-teman di PWI ini kan kumpulan wartawan ya. Jadi sifatnya hanya diskusi-diskusi aja. Omongan-omongan gitu.
Kalau sisi regulasinya, khusunya etik itu memang wilayahnya Dewan Pers sehingga kami tadi seperti saya katakan biasanya membawa ini ke level Dewan Pers gitu.
Menurut Anda, seberapa penting AI ini diterapkan di media massa Indonesia?
Kita sebagai wartawan tidak boleh menentang, menghalangi diri dari kemajuan teknologi termasuk dengan masuknya AI ini. Karena bagaimanapun dunia ini kan berubah ya. Media, wartawan harus beradaptasi sehingga dia bisa menyesuaikan diri.
Nah mengenai AI ini menurut saya penting karena begini pada saat ini di satu sisi media ingin efisiensi termasuk wartawan. Jadi seandainya dia menggunakan AI ini, dia sudah bisa meng-set, saya mau bikin berita ini, saya cukup tanya nanti karena narasumber soal ini, sisanya saya ambil dari AI. Jadi dia tidak lagi bekerja. misalnya kalau dulu ya dia cari lagi di Google mengenai ini, cari lagi data itu, sehingga sebagian pekerjaan yang biasanya dilakukan dapat dibantu oleh AI. Sehingga sebenarnya ya bagus, ini bermanfaat bagi wartawan tetapi memang nanti tentu harus hati-hati dengan etika ya. Kita harus mengatakan bahwa tulisan ini isinya sebagian berasal dari AI. Jadi, etikanya di situ.
Misalnya ada satu berita di bawah artikel itu perlu dikasih keterangan ya?
Harus! Beberapa media sudah melakukan. Jadi misalnya yang saya tahu untuk tadi seperti pertandingan sepak bola kan nggak perlu wartawan kalau di Inggris tapi kalau di Senayan atau di Mattoangin itu orang kan harus datang. Dia harus melihat sendiri, mewawancarai segala macam gitu, sehingga apa nanti AI-nya? AI-nya itu misalnya apa sih hari ini bertanding dengan siapa? Apa datanya? Segala macam itu AI-nya. Tapi kalau dia wawancara kesan-kesannya mengenai pertandingan, suasana di lapangan, itu harus manusia. Kira-kira gitu.
Jadi tidak ada pergeseran peran penting manusia di sini?
Yang ada hanya efisiensi. Jadi memang sebagian pekerjaan wartawan nanti ditangani oleh AI kira-kira gitu.
Keterampilan apa yang dibutuhkan oleh jurnalis di era penerapan AI saat ini?
Iya, jadi dia harus mengikuti perkembangan. Kalau ada aplikasi baru, kan kayak AI ini juga sekarang ada belasan aplikasi, dia carilah. Jadi memang wartawan itu enggak boleh tidur. Dia harus update perkembangan. Apalagi kalau dia bertugas di lapangan. Misalnya gini, saya hari ini mau datang ke tiga tempat. Saya mau datang ke Kementerian Pertanian, atau ke Bulog atau ke ESDM.
Nah bahan-bahannya itu kan saya udah perlu dari AI. Nanti ketika saya datang hanya tinggal fokus apa nih angle, apa sisanya, itu sudah disediakan gitu Nah inilah sebetulnya manfaat dari aplikasi AI.
Apakah AI ini bisa memengaruhi kualitas jurnalis Indonesia ke depan lebih bagus?
Sebetulnya memperbaiki kalau kita memanfaatkan dengan benar, maka kita sebetulnya bisa menjadikan AI memperbaiki karena terus terang aja kan sering sekali ya kalau masalah utama media di tanah air pada umumnya adalah tidak akurat, kurang mendalam. Kemudian tadi juga kadang-kadang tidak konfirmasi karena malas wartawannya. Sekarang itu kemalasan itu bisa diatasi apabila dia aktif memanfaatkan AI dengan benar ya bukan lalu dia bikin yang beritanya AI semua.
Apa yang Anda kritisi dari kehadiran AI di media massa?
Kan gak ada yang salah ya. Kayak pisau aja gitu. Dia akan merusak kita kalau kita menjadikan dia sebagai andalan karena sebetulnya karya jurnalistik itu kan kualitas.
Jadi gini, karya jurnalistik itu sebetulnya adalah karya intelektual, ada isi kepala kita di dalamnya. Dialah yang memberi warna tulisan kita, memberi warna ciri-ciri pilihan kata kita, ya kan? Cara kita mengungkapkan masalah, ya menuliskan, dsb. Nah kalau itu tetap kita lakukan, AI tidak akan merusak. Tapi kalau kita malah jadi malas semua, kita mengandalkan AI ya kita nggak akan maju, malah merusak.
Jadi secanggih apapun perkembangan AI ke depan, tetap harus ada sentuhan manusia ?
Betul. Itu yang membedakan nanti kalau sebuah perusahaan media membeli aplikasi system, kan murah. Dia bisa mengurangi 5 atau 10 pegawai. Kalau kita tidak menunjukkan ciri khas kita, keistimewaan kita sebagai wartawan, nanti kita nggak ada gunanya lagi bagi managemen. Ah, ini bisa diganti AI. Ini kayak istilahnya wartawan sepakbola, sepakbola Inggris, apa semua kita nggak perlu wartawan lagi sekarang. Nah gitu loh. Makanya disitulah kita harus menunjukkan diri oh saya sebagai wartawan karena saya banyak membaca, saya punya pengalaman di lapangan, saya mengalami banyak hal, itu nanti yang memberi warna tadi dari berita saya.
Menurut Anda, jenis berita apa saja yang belum bisa disentuh AI?
Ya jadi berita-berita human interest. Misalnya kita ke pasar bertemu pedagang yang mungkin anaknya sedang sakit di rumah, dia harus mendapatkan hari ini 300 ribu, bayar kontrakan, itu kan nggak bisa dilihat.
Kalau berita-berita tadi, bursa, berapa pergerakan harga dollar, perdagangan nilai ekspor segala macam itu sesuatu yang bisa dikerjakan oleh AI. Sesuatu yang sifatnya data, data umum karena AI ini terhubung ke semua sumber data di seluruh dunia, nggak perlu manusia lagi. Ngapain kita kalau manusia bekerja 3 jam, dia hanya 5 menit semua sudah bisa memberi data yang kita inginkan.
Adakah pesan khusus yang ingin Anda sampaikan kepada para jurnalis khususnya anggota PWI di seluruh Indonesia terhadap penggunaan teknologi AI?
Wartawan harus menganggap dirinya adalah produsen karya intelektual yang memiliki sisi kemanusiaan sehingga dia memperkuat sisi itu. Jadi begini, misalnya saya dulu bekerja di Kompas, 34 tahun saya di Kompas.
Tapi ada banyak wartawan Kompas, saya harus berbeda dengan yang lain punya keistimewaan dibanding yang lain. Nah, kemudian itulah yang sebetulnya akan membuat wartawan di daerah itu bertahan. Dia tahu, misalnya, kalau kayak Pak Dahlan Iskan menulis, orang pasti tahu, oh ini dia udah punya ciri gitu. Nah teman-teman jurnalis di daerah harus mencari jati dirinya, satu sisi ya menciptakan orang tahu kalau kalimatnya begini pasti dia. Yang kedua, dia tentu harus beradaptasi dengan perkembangan, belajar dan belajar. Nah memang PWI memiliki yang namanya Sekolah Jurnalisme Indonesia.
Sekolah Jurnalisme Indonesia ini pelatihan 5 hari tetapi memang terbatas. Kita sudah melakukannya untuk tahun ini di 4 provinsi ya. Pesertanya hanya 33 per kelas. Di situ diperkenalkan antara lain AI. Bagaimana kita memanfaatkan teknologi atau aplikasi yang mutakhir ini untuk membantu kita dalam bekerja.
Sebenarnya kalau PWI itu punya anggaran besar dibantu pemerintah provinsi atau kita berharap di setiap provinsi ini bisa dilakukan pelatihan per bulan.
Tapi sekarang ini kami belum sanggup hanya melakukan sejauh ini, 4 bulan terakhir di Jawa Barat, di Jawa Tengah, Banjarmasin, Sumatera Selatan ya dan akhir bulan ini di Sumatera Utara.
Kita memasukkan materi AI tadi selain kode etik, wawasan kebangsaan. Dengan maksud orang yang mengikuti pelatihan itu sudah tahu. Nah tentu nanti bagaimana dia melanjutkannya, menerapkannya tergerak terserah masing-masing. Tetapi kami sebagai organisasi profesi merasa bertanggung jawab juga untuk mengingatkan mereka, ini loh ada teknologi yang bisa membantu kalian lebih mudah bekerja, lebih efisien. (*)