Oleh : Muhammad Tariq (Penggiat Literasi)
Kebahagiaan dan kasih sayang adalah naluri dasar setiap insan. Semua orang berlomba dan bekerja keras siang dan malam untuk mendapatkannya hingga terkadang ia lupa akan dirinya. Inilah jiwa pemuda. Jiwa yang penuh gelora dan semangat membara, hingga ketika seorang pemuda sudah tidak lagi punya semangat, harapan dan cita-cita dalam hidupnya maka sesungguhnya ia telah menua sebelum tua.
Mengawali tulisan ini, saya teringat perkataan Imam syafi’i yang mengatakan “Tidaklah mungkin orang yang punya mimpi dan bercita-cita besar hanya duduk berpangku tangan. Tinggalkanlah watan dan kenyamanan maka kau akan menemukan gantinya karena kenikmatan hidup didapatkan setelah kau melewati kelelahan”
Sebagai tulang punggung bangsa, kaum muda harus dipersiapkan sedini mungkin dengan melalui program-program pendidikan akhlak dan intelektual yang sistematis, sesuai dengan dicontohkan Rasulullah. Sehingga, nantinya mereka menjadi manusia yang mengenal jatidirinya, bermanfaat, dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negaranya.
Selaras yang dikatakan Syaikh Musthafa Al-Ghayalini dalam Idzatu’n-Nasyi’in “Sesungguhnya di tanganmulah (kaum muda) persoalan umat dan dalam kebangkitanmulah kehidupan (masa depan) suatu bangsa.”
Alquran pun banyak menceritakan bagaimana kiprah pemuda dalam perjuangannya. Allah SWT berfirman tentang para pemuda Ashabul Kahfi (yang artinya), “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk” (QS. Al Kahfi : 13).
Penulis pernah mendengarkan pepatah yang mengatakan “Mendidik seorang pemuda bagaikan mengukir di atas batu. Mendidik seorang yang sudah tua bagai mengukir di atas air”. Maka, membiasakan kebaikan pada pemuda adalah satu hal yang penting, sehingga kebaikan tersebut akan terus terukir padanya sampai hari tua, sampai kelak dia menjadi pemimpin bangsa. (*)