PAREPARE, PIJARNEWS.COM–Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare menggelar halal bi halal dengan cara virtual, yang istimewa, halal bi halal tersebut menghadirkan Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Andregurutta Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, sebagai pembawa himah, Jumat (29/5/2020).
“Salah satu penyebab munculnya virus corona itu, karena kegagalan kita memperluas silaturrahim. Saya sangat yakin, seandainya silaturrahim kita bagus maka tidak akan pernah ada virus seperti corona ini,” ujar Prof Nasaruddin.
Andregurutta Prof. Nasaruddin menjelaskan pandemi (wabah) pertama yang menularkan virus dari binatang kepada manusia terjadi pada kaum Tzamud, Kaumnya nabi Saleh ketika memakan daging onta karena kesombongannya. “Semua yang memakan daging onta saat itu, seketika tubuhnya berubah jadi kuning, merah, hitam dan dalam waktu yang relatif singkat mereka mati mengenaskan. Itulah pandemi pertama di dunia yang dikisahkan dalam al- Qur’an,” kata pendiri pesantren al – Ikhlas Bone ini.
Pandemi kedua, lanjutnya, melalui lintah yang menyerang umat nabi Luth. Sementara pandemi ketiga ditimpakan kepada kaum Abraham yang diserang virus ebola yang sangat mengerikan.
“Virus corona ini apa dan siapa?, virus corona ini adalah salah satu bentuk peringatan dari Tuhan dan Itu bukan azab, tapi musibah,” ucapnya.
Mantan Wamenag RI ini juga menjelaskan perbedaan azab dengan musibah, azab hanya menimpa orang kafir dan tidak menimpa orang mukmin. Sementara musibah menimpa keduanya, yaitu orang kafir dan orang mukmin.
Rasulullah Saw, kata dia telah mendoakan umatnya agar tidak tertimpa musibah seperti umat terdahulu, sehingga umat Islam patut bersyukur karena tidak ada lagi azab yang akan menimpanya atas doa Rasulullah Saw yang dikabulkan Allah Swt.
“Corona bukan azab tapi musibah, musibah adalah pemberi peringatan, ujian, bukan menyiksa. Beriman atau tidak tetap akan mendapatkan musibah. Kegagalan silaturahim akan menyebabkan musibah. Itulah pentingnya berdamai dengan alam. Macrocosmos (alam) harusnya tunduk pada microcosmos (manusia), namun karena perilaku manusia sehingga terjadi musibah. Kita sering ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, tapi kita lupa ukhuwah makhluqiyah.” jelasnya.
Andregurutta Prof. Nasaruddin pun mengenalkan ukhuwah makhlukiyah kepada civitas IAIN Parepare. Ukhuwah makhlukiyah ini adalah persaudaraan antar sesama makhluk. Jalinan komunikasi perlu dibangun antar sesama makhluk. Ekosistem yang terpelihara akan melanggengkan kesejahteraan bagi manusia sendiri.
Dia pun, mengetengahkan berbagai pandangan al- Quran dalam membangun hubungan antar sesama mahluk atau alam semesta ini.
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka” (QS. Al-Isra:44). “Tidak ada benda mati dalam kamus al – Quran. Semuanya bertasbih dan memuji Tuhan,” tuturnya.
Prof. Nasaruddin, lalu mengisahkan banyak kisah sikap Rasulullah kepada sesama makhluk. Misalnya kisah pasir yang bertasbih di depan Rasulullah dan kisah mimbar masjid yang bersedih karena dibuang. Bagaimana kisah Rasulullah memelihara parabotnya dengan memberikan nama-nama terhadap benda-benda yang dimilikinya, seperti gelas, cermin, sisir, pedang, ontanya dan lain-lain.
“Jadi orang yang tidak bersahabat dengan benda mati, maka kita akan gagal dan bisa saja ditimpa musibah karenanya. Mungkin kegagalan kita menjaga kekhalifahan, sehingga Allah menurunkan musibah sebagai pencuci dosa di masa lampau. Covid -19 ini merupakan musibah yang bisa melanda siapa saja,” jelasnya lagi.
“Jika kita ditimpa musibah, jangan terlalu bersedih, karena itu tanda cinta Allah kepada kita. Sebagai orang beragama, kita harus yakin bahwa musibah adalah ujian. Dimana ada ujian di situ ada kenaikan kelas. Semakin berat ujian tersebut, maka semakin tinggi martabat kelulusan kita,” lanjutnya.
Anregurutta Prof. Nasaruddin berpesan kepada seluruh civitas IAIN Parepare agar tidak hanya mendakwahkan masalah fiqih, tetapi juga mendakwahkan ilmu ushul fiqih. Menurutnya, umat Islam lebih banyak memahami masalah fiqih. “Apa jadinya kalau masyarakat kita hanya “fiqih oriented” tapi tidak memahami ushul fiqih,” katanya sambil mencontohkan umat Islam yang nekad pergi shalat tarwih ke masjid pada hal sudah dilarang oleh protokol kesehatan.
“Kenapa demikian? Karena mereka hanya paham secara fiqih, bahwa ibadah itu pahalanya banyak tetapi mereka tidak tahu kaidah ushul fiqihnya bahwa mencegah marabahaya jauh lebih utama daripada mengejar manfaat. Shalat tarwih itu sunnah, tetapi memelihara jiwa itu wajib. Beragama yang benar, adalah mengedepankan yang wajib dari pada sunnah,” tandas Nasaruddin Umar yang juga mengutarakan pentingnya pengajaran ushul fiqih bagi umat Islam.