MAKASSAR, PIJARNEWS.COM — Wali Kota Makassar, M Ramdhan Pomanto tidak menghadiri panggilan penyidik Polda Sulsel hari ini, Jumat (9/2).
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Dicky Sondani menerangkan, harusnya Danny Pomanto diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan Tipikor proyek pengadaan ATK, makan dan minum di Lingkup BPKAD Makassar. Akan tetapi Danny baru saja mengabarkan ia masih berada di Jakarta.
“Kita baru dapat info tadi (hari ini). Wali kota Makassar masih di Jakarta,” jelasnya.
Lanjut Kombes Pol Dicky Sondani, selanjutnya, pemeriksaan akan dijadwalkan ulang oleh tim penyidik Subdit 3 Ditreskrimsus Polda Sulsel. Penyidik juga masih mengumpulkan alat bukti lainnya terkait kasus yang menetapkan Kepala BPKAD Makassar, Erwin Syafruddin Hayya sebagai tersangka.
Diketahui, penemuan dugaan tersebut saat Tim penyidik Polda Sulsel melakukan penggeledahan di Balaikota, ruang BPKAD Makassar pada Rabu 3 Januari lalu. Penyidik menemukan uang Rp1 miliar lebih. Saat penggeledahan, ternyata dari Rp1 miliar lebih yang berupa mata uang asing dan rupiah tersebut, ditemukan Rp300 juta dalam satu amplop besar.
Amplop tersebut merupakan setoran dari perusahaan CV. Wyata Praja atas pembayaran pengadaan langsung ATK, penggandaan dan makan minum untuk periode bulan November- Desember 2017.
Dimana penyetoran tersebut merupakan perintah dari tersangka Erwin Syafruddin selaku Kepala BPKAD Makassar. Semua pengadaan langsung berupa ATK, penggandaan dan makan minum di BPKAD dilakukan dengan tujuh perusahaan yang ditunjuk langsung oleh tersangka tanpa proses pengadaan.
Mereka diwajibkan menyetor 95 persen dana pembayaran yang dikumpulkan melalui bendahara pengeluaran dan staf honorer. 5 persen diberikan kepada pihak penyedia sebagai fee dan penyedia tidak perlu melaksanakan pengadaan tersebut.
Kemudian atas perintah tersangka Erwin, dana 95 persen tersebut sebagiannya digunakan oleh bendahara pengeluaran, Lilis untuk belanja langsung ATK, penggandaan dan makan minum dan sebagiannya lagi digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka termasuk pemberian ke beberapa pihak melalui tunai maupun transfer.
Beberapa bukti yang dimiliki tim penyidik yakni uang Rp300 juta, dokumen pengadaan langsung ATK, penggandaan dan makan minum, rekening koran tujuh perusahaan penyedia, print out catatan penggunaan belanja langsung ATK, penggandaan dan makan minum, serta print out catatan penggunaan pribadi atas perintah tersangka.
Beberapa saksi yang dimintai keterangan yakni tenaga honorer, Alam, bendahara pengeluaran, Lilis, dari CV Wyata Praja, Alham Ramly, tujuh saksi dari perusahaan penyedia dan pejabat pengadaan.
Pasal yang disangkakan yakni Pasal 12 Huruf i subsider Pasal 11 subsider Pasal 12 Huruf b UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor. (ang/asw)