Oleh :
Dewi Arum Pertiwi, S. T.
(Aktivis Dakwah)
Perempuan tidak hanya sebagai korban dari kerakusan para oligarki tapi juga korban dari sistem kapitalis demokrasi yang mana perempuan hanya dipandang sebagai alat produksi, tenaga kerja yang bisa dibayar murah dan diperuntukkan sebagai aset ekonomi untuk meningkatkan profit bagi sektor bisnis, juga pendapatan pemerintah.
Perempuan saat terlibat dalam ekonomi bisa dikatakan menjadi salah satu kunci penyebab meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Karena Jika lebih banyak perempuan yang bekerja, maka ekonomi pun juga akan tumbuh. Hal ini merujuk kepada meningkatknya antusiasme perempuan dalam angkatan kerja akan berpengaruh pada penurunan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam angkatan kerja. Hal ini tentunya akan menambah pendapatan pemerintah dan juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Perempuan harus bekerja?
Tentu di sistem yang berasaskan kebebasan saat ini membuat perempuan mempunyai banyak alasan yang mengharuskan perempuan untuk bekerja di antaranya mereka tidak ingin dianggap hanya tahu masalah memasak, mencuci, dan memiliki anak saja sehingga kita tahu banyak dari aktivis gender yang berusaha mencoba untuk menggeser status perempuan yang berperan sebagai tulang rusuk menjadi tulang punggung keluarga, yang tentu saja berdaya secara ekonomi. Menurut BPS pada 2022 sebanyak 38,39% atau 52,74 juta, penduduk yang bekerja adalah perempuan. Hasrat bekerja pada perempuan disebabkan dua faktor yaitu faktor ekonomi dan sosial budaya.
Selain itu alasan perempuan memilih bekerja biasanya juga dikarenakan beberapa alasan yang mendasarinya
1. Tentu karena dirasa pendapatan suami yang relatif rendah
2. Karena ingin membantu ekonomi keluarga
3. Pemenuhan aneka kebutuhan dan keinginan perempuan
Pada aspek sosial budaya alasan yang mendasari perempuan untuk bekerja karena:
1. Untuk menaikan status sosial
2. Kompetisi dan pengembangan diri
3. Menyalurkan minat dan keahlian tertentu
4. Mengisi waktu luang sebagai pekerjaan sampingan
Para aktivis yang menyuarakan tentang kesetaraan gender memandang usia muda adalah usia yang sangat produktif untuk bekerja. Hal ini mendorong para perempuan untuk berpartisipasi aktif sebagai subyek sekaligus obyek pasar tenaga kerja. Kemudian tidak heran banyak kita temukan perempuan dengan rela meninggalkan rumah dan keluarganya sebagai pekerja asing di negeri orang atau pekerja migran demi memenuhi kebutuhan ekonomi.
Dan di sisi lain juga banyak ditemukan persepsi negatif masyarakat terhadap perempuan yang tidak bekerja. Sebagian menilai bahwa perempuan yang bekerja itu lebih baik dan berdedikasi pada keluarga daripada perempuan yang memilih hanya diam saja di rumah dan tidak bekerja. Penilaian ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh sistem sekuler yang memandang kehidupan hanya untuk meraih sebanyak-banyaknya materi demi kesejahteraan hidup.
Eksploitasi Perempuan
Nyatanya kapitalisme telah gagal memberi kesejahteraan perempuan. Dihembuskanlah pemahaman bahwa perempuan tidak harus menengadah tangan meminta nafkah kepada kaum laki – laki tetapi perempuan yang bekerja, akan ada tambahan pendapatan yang bisa meningkatkan kesejahteraan.
Kegagalan dalam usaha mengentaskan kemiskinan pada sistem kapitalis ditutupi dengan rumusan program pemberdayaan dengan melibatkan perempuan bekerja. Sehingga banyak bermunculan slogannya yang seakan-akan mendukung, melindungi serta memuji potensi dan peran perempuan dalam dunia kerja seperti “perempuan adalah tumpuan dan harapan pertumbuhan ekonomi”, “perempuan berdaya” dan sebagainya.
Hembusan mantra yang memang sengaja diluaskan untuk awetnya dominasi kapitalis yang tidak dapat memberikan solusi, lebih tepatnya menciptakan kesenjangan sosial dan maraknya kemiskinan tetapi malah perempuan dijadikan alat untuk membereskan kekacauan ideologi.
Partisipasi kerja perempuan malah menciptakan problem baru dari mulai pemberian upah, buruknya kondisi tempat kerja, dan perlakuan buruk terhadap pekerja perempuan hamil dan menyusui. Ini sudah menjadi fitrah perempuan yang mana bukan untuk mencari nafkah, tetapi mencetak generasi cemerlang.
Perspektif Islam
Islam adalah agama yang paripurna dimana syariat islam itu sendiri malah menempatkan perempuan dalam kedudukan yang mulia. Dari semua aturannya pun sejatinya diterapkan untuk menjaga kemuliaan dan menjaga fitrahnya sebagai pencetak generasi. Islam sangat paham bahwa para perempuan di sini adalah penentu bangkit atau runtuhnya suatu peradaban. Di antara tugas perempuan sangat mulia yaitu sebagai ummun warabatul bait, atau ibu generasi dan pengelola rumah tangga.
Pemberdayaan perempuan yang ada dalam Islam bukan mendukung perempuan untuk bekerja meningkatkan status sosial tetapi malah mengoptimalkan potensi dan peran perempuan untuk kemaslahatan umat, yaitu berbagai pembinaan umat dengan tsaqafah Islam dengan cara berdakwah dan beramar makruf nahi munkar.
Di dalam Islam sendiri hukum perempuan bekerja adalah mubah. Karena mubah ini perempuan tidak boleh melalaikan tugas utamanya sebagai ibu yang mendidik generasi untuk kerja. Karena Islam mengatur kewajiban nafkah itu hanya diberikan kepada laki-laki. Oleh sebab itu negara akan melebarkan ruang hidup dan lapangan kerja kepada laki-laki. Tak tanggung-tanggung negara juga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan pokok rakyat secara maksimal dan merata sehingga perempuan tidak perlu ikut bekerja sebagai pekerja asing ataupun migran dengan alasan mencari tambahan penghasilan.
Islam juga tidak membatasi perempuan dan malah memberi hak yang sama pada perempuan dalam hal pendidikan. Dimana perempuan boleh menjadi guru, dokter, insinyur, dan sebagainya bukan untuk menambah penghasilan, tetapi murni untuk menggunakan ilmunya demi kemaslahatan umat. Jadi pekerjaan perempuan bukan untuk mencari uang atau menambah penghasilan, tetapi sebagai ibu yang melahirkan generasi berperadaban gemilang dan menyiapkan generasi cerdas yang saleh/salihah.
Inilah bagaimana pandanga Islam tentang peran perempuan. Hanya Islam yang mampu menjadi solusi terhadap kesejahteraan perempuan, dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, perempuan tidak akan terbebani oleh masalah ekonomi tetapi fokus kepada kemaslahatan umat dan generasi sehingga peradapan gemilang dapat dicapai.
Wallahu A’lam Bishawab