MAKASSAR, PIJARNEWS.COM— Briptu S Resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus kekerasan seksual tahanan perempuan Makassar, Jumat (5/1/2024).
Penyidik PPA Polda Sulsel menetapkan Briptu Sanjaya alias Briptu S sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap tahanan perempuan Dittahti Polda Sulsel pada tanggal 28 Desember 2023.
Informasi ini berdasarkan Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan (SP2HP), bernomor B/2431/A.4/XII/RES.1.24/2023/Krimum, yang diterima Tim Penasehat Hukum LBH Makassar pada hari ini (5/1/2024).
Sebelumnya, Briptu S telah menjalani sidang etik, pada 5 Desember 2023 oleh Propam Polda Sulsel dengan sanksi mutasi bersifat demosi selama 7 tahun.
Putusan ini lebih rendah dibanding tuntutan penuntut yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Menurut, Mirayati Amin, kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh anggota Polri dan terjadi di lingkungan lembaga Kepolisian seperti ruang tahanan adalah kejahatan yang sangat serius. Polisi sebagai alat negara yang bertanggungjawab atas ruang aman dan keadilan setiap warga negara, justru melakukan hal sebaliknya.
“Untuk menjamin rasa aman korban selama proses hukum, kami meminta penyidik Polda Sulsel untuk menetapkan pembatasan gerak Tersangka, dengan melakukan penahanan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 UU TPKS. Hal ini untuk memastikan korban tidak mendapat intimidasi atau ancaman, seperti yang pernah dialami sebelumnya” ujar Mira selaku Tim Kuasa Hukum LBH Makassar.
Penetapan Briptu S sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual menambah daftar panjang kasus kekerasan dengan polisi sebagai tersangka. Berdasarkan catatan LBH Makassar, belum ada satupun kasus yang melibatkan anggota polisi sebagai pelaku sampai ke pengadilan. Sejumlah kasus tersebut, berakhir pada penetapan tersangka atau dihentikan tanpa kejelasan.
Jika mengacu pada Perkapolri No.2 Tahun 2002, anggota Polri sepatutnya tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum. Sehingga, jika anggota Polri melakukan tindak pidana, harusnya dapat diproses sampai ke Pengadilan.
“Dari banyaknya kasus yang masuk dan didampingi oleh LBH Makassar, terdapat beberapa kasus melibatkan anggota polisi aktif sebagai pelaku. Dari semua kasus, belum ada satupun yang dilimpahkan ke pengadilan, untuk disidangkan. Beberapa berakhir pada penetapan tersangka, berlarut-larut tanpa ada kejelasan proses hukum. Bahkan, ada juga yang dihentikan. Misalnya, kasus penyiksaan dan pembunuhan Agung 7 tahun lalu, dengan total 5 tersangka anggota polisi. Kasusnya, dihentikan Polda Sulsel. Kemudian, kasus kematian kakek Nuru Saali di penampungan limbah slag Bantaeng, dengan tersangka anggota Brimob Polda Sulsel, yang saat ini berkasnya masih tertahan di meja penyidik. Jangan sampai untuk kasus kekerasan seksual kali ini akan berakhir serupa kasus lain” tambah Mira.
Untuk itu, YLBHI-LBH Makassar mendesak Kapolda Sulsel untuk melakukan penahanan atau penetapan pembatasan gerak terhadap Tersangka; Serta memastikan upaya banding terhadap Putusan Etik Kepolisian terhadap tersangka, agar dapat dijatuhi putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Selain itu, diharapkan Mabes Polri, Komnas Perempuan untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap proses hukum yang dilakukan Polda Sulsel.
Juga Kompolnas untuk melakukan evaluasi atas kinerja Propam Polda Sulsel dalam penanganan perkara Polisi berhadapan hukum. (rls)