OPINI — Wabah Covid-19 di awal tahun 2020 telah memantik munculnya banyak pembahasan. Baik dalam tataran diskusi maupun menjadi konstruksi narasi sebuah tulisan. Sudah terlalu banyak malah tulisan yang menjadikan virus ini menjadi objek bahasan utamanya. Sudut pandangnya pun sangat ramai dan beragam.
Ada yang menyorotnya dari sisi kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, komunikasi, politik, bahkan pertarungan ideologi. Tulisan seri manajemen keuangan keluarga kali ini, tidak bermaksud ikut arus pembahasan dengan topik dan objek yang serupa. Lantas untuk apa disinggung? Ya…Sekedar menjadi prolog saja, karena yang akan dibahas memang adalah seputar “virus” juga. Meski ini lain, namun namanya virus, berarti sama-sama sifatnya menyerang, mengancam, dan punya dampak merusak. Tapi berbeda dengan Covid-19, “virus” yang akan dibahas ini bukan menyerang dan mengancam tubuh manusia, tapi sasarannya adalah keuangan keluarga. Dampak yang ditimbulkan memang tidak langsung, tapi jika tidak punya daya tangkal dan imunitas maka “virus” ini juga bisa membahayakan dan memberi dampak merusak.
Diantara kita mungkin pernah merasa keheranan, terutama setelah menghitung-hitung situasi cashflow yang menipis begitu cepat melebihi estimasi. Padahal setelah diingat-ingat, belanja dan pengeluaran kita selama ini tidak ada yang terbilang terlalu mahal dan mewah. Itu perasaan kita. Namun kenyataannya yang terjadi juga tidak bisa dipungkiri. Masih berada dipertengahan bulan, tapi yang terjadi dompet sudah menipis dan cash out seperti telah meluncur tajam, bergerak melandai, dan terancam kering. Anehnya keadaan ini terjadi tanpa disadari dan kadang tidak terekam baik dalam memori. Bahkan oleh kalangan yang terbiasa mencatat sekalipun, biasanya menganggapnya sepele sehingga menjadi luput juga untuk dicatatkan.
Jika ada yang pernah mengalami hal ini, berarti kemungkinan telah terjangkiti salah satu “virus” yang kerap menyerang keuangan keluarga. “Virus”-nya biasa disebut Latte Factor, istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh David Bach (DB), seorang penulis keuangan yang berasal dari Amerika. Latte Factor adalah penggambaran tentang sebuah kebiasaan/gaya hidup yang keliatannya dianggap sepele, remeh-temeh, enteng, murah, atau minor, padahal sebenarnya punya dampak besar dalam mengacaukan keuangan keluarga. Cerita munculnya teori ini berawal dari pengalaman DB yang hampir setiap hari minum kopi di kafe (Latte, diambil dari kata salah satu kandungan/bahan dalam minuman kopi). Tentu untuk setiap cangkir minuman kopi selalu muncul harga yang harus dibayar dan itu tanpa disadari ternyata jumlahnya cukup besar dan signifikan membebani pengeluaran. Padahal membeli secangkir kopi di sebuah kafe secara rutin, bukanlah termasuk kebutuhan pokok yang bersifat vital.